Tazkiyah: Membersihkan dan Menghiasi

Membersihkan dan Menghiasi

Tazkiyah: Membersihkan dan Menghiasi

Sesungguhnya hakikat tazkiyah adalah: pertama, membersihkan jiwa dengan menyucikannya dari sifat-sifat tercela, maksiat, dan dosa; kemudian setelah itu menghiasinya dengan melakukan ketaatan dan mendekatkan diri kepada Allah. Sebagaimana firman Allah Ta‘ālā:

﴾خُذۡ مِنۡ أَمۡوَٰلِهِمۡ صَدَقَةٗ تُطَهِّرُهُمۡ وَتُزَكِّيهِم بِهَا وَصَلِّ عَلَيۡهِمۡۖ﴿

“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mengembangkan mereka, dan berdoalah untuk mereka.” (At-Taubah: 103)

Firman-Nya تُطَهِّرُهُمْ (“kamu membersihkan mereka”) mengandung isyarat tentang takhliyah (mengosongkan) dari keburukan, yaitu menyucikan mereka dari dosa.

Sedangkan firman-Nya وَتُزَكِّيهِمْ (“dan mengembangkan mereka”) mengandung isyarat tentang taliyah (menghiasi) dengan kebajikan dan kebaikan. Allah mendahulukan penyucian sebelum penyempurnaan, sebagaimana takhliyah (mengosongkan) harus didahulukan sebelum taliyah (menghiasi).

Maka, siapa pun yang ingin menyucikan jiwanya harus terlebih dahulu meninggalkan dosa dan kemaksiatan yang merusak hati dan menghalangi cahaya hidayah serta keimanan dari dirinya.

Sebagaimana sabda Nabi ﷺ:

إِنَّ العَبْدَ إِذَا أَخْطَأَ خَطِيئَةً نُكِتَتْ فِي قَلْبِهِ نُكْتَةٌ سَوْدَاءُ، فَإِذَا هُوَ نَزَعَ وَاسْتَغْفَرَ وَتَابَ سُقِلَ قَلْبُهُ وَإِنْ عَادَ زِيْدَ فِيهَا حَتَّى تَعْلُوَ قَلْبَهُ، وَهُوَ الرَّانُ الَّذِي ذَكَرَ اللَّهُ

“Sesungguhnya seorang hamba, apabila melakukan suatu dosa, maka akan timbul di hatinya satu titik hitam. Jika ia berhenti (dari dosa itu), beristighfar, dan bertaubat, maka hatinya akan kembali bersih. Namun jika ia kembali (melakukan dosa), maka titik hitam itu bertambah hingga menutupi hatinya. Itulah ar-rān yang disebut oleh Allah dalam firman-Nya:

﴾كَلَّا بَلْ رَانَ عَلَىٰ قُلُوبِهِم مَّا كَانُوا يَكْسِبُونَ﴿

“Sekali-kali tidak! Bahkan, hati mereka telah tertutupi oleh apa yang dahulu mereka kerjakan.” (Al-Muthaffifīn: 14).

Diriwayatkan oleh at-Tirmidzī dalam al-Jāmi‘ no. 3334, dan dinilai ḥasan oleh al-Albānī dalam Shaḥīḥ at-Targhīb wat-Tarhīb (2/268).

Kemudian, seseorang harus bersungguh-sungguh dalam memperbanyak amal saleh yang sebelumnya ditinggalkan oleh jiwanya. Sebagaimana firman Allah Ta‘ālā:

﴾وَٱلَّذِينَ جَٰهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ ٱللَّهَ لَمَعَ ٱلْمُحْسِنِينَ﴿

“Dan orang-orang yang bersungguh-sungguh di jalan Kami, pasti akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang berbuat kebaikan.” (Al-‘Ankabūt: 69)

Ibn Taimiyyah raḥimahullāh berkata:

“Penyucian jiwa (tazkiyah), meskipun pada asalnya berarti pertumbuhan, keberkahan, dan bertambahnya kebaikan, namun hanya bisa terwujud dengan menghilangkan keburukan. Oleh karena itu, penyucian jiwa mencakup penghilangan keburukan dan penambahan kebaikan.” (Majmū‘ al-Fatāwā, 9/97)

Syaikh as-Sa‘dī raḥimahullāh berkata mengenai firman Allah Ta‘ālā:

﴾بَلِ ٱللَّهُ يُزَكِّى مَن يَشَآءُ﴿

“Sebaliknya, Allah-lah yang menyucikan siapa yang Dia kehendaki.” (Al-Baqarah: 261)

“Yakni, dengan keimanan dan amal saleh; dengan meninggalkan akhlak tercela dan menghiasi diri dengan sifat-sifat yang indah.” (Tafsīr al-Karīm ar-Raḥmān, hlm. 182)

 

Sumber: Syaikh Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin bin Hamad Al-Badr, ‘Asyru Qawā‘ida fī Tazkiyati an-Nafs, https://www.al-badr.net/ebook/183, Diakses pada 02 Ramadhan 1446 H/ 02 Maret 2025)

Dialihbahasakan oleh: Hafizh Abdul Rohman, Lc

Ini adalah artikel berseri, untuk artikel selanjutnya jika sudah diposting bisa buka di link ini

 

Related posts

Tinggalkan Balasan di sini