Keutamaan Dzikir dan Manfaatnya yang Sangat Luar Biasa

keutamaan dzikir

Keutamaan dan Manfaat Dzikir

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, dzikir kepada Allah adalah amal yang paling mulia dan utama. Semakin banyak seorang hamba mengingat Allah dalam setiap amal yang ia lakukan, semakin besar pula pahalanya di sisi Allah.

Hal ini sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Amad dan athThabarānī dari Sahl bin Mu‘ādz bin Anas al-Juhanī dari ayahnya:

“Seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah : ‘Wahai Rasulullah, siapakah mujahid yang paling besar pahalanya?’ Beliau menjawab, ‘Yang paling banyak berdzikir kepada Allah.’ Ia kembali bertanya, ‘Lalu siapa di antara orang yang berpuasa yang paling besar pahalanya?’ Beliau menjawab, ‘Yang paling banyak berdzikir kepada Allah.’ Kemudian ia bertanya lagi tentang shalat, zakat, haji, dan sedekah, dan dalam setiap pertanyaannya, Rasulullah selalu menjawab, ‘Yang paling banyak berdzikir kepada Allah.’ Lalu Abū Bakr radhiyallāhu ‘anhu berkata kepada ‘Umar radhiyallāhu ‘anhu, ‘Orang-orang yang berdzikir telah membawa seluruh kebaikan!’ Maka Rasulullah bersabda, ‘Benar.’”

(Diriwayatkan oleh Imam Amad dalam al-Musnad (15553) dan athThabarānī dalam ad-Du‘ā’ (1887), dengan lafaz miliknya).

Ibnul Qayyim raimahullāh berkata:

“Sesungguhnya orang terbaik dalam setiap amal adalah mereka yang paling banyak berdzikir kepada Allah ‘Azza wa Jalla dalam amal tersebut. Maka, orang yang paling utama dalam berpuasa adalah yang paling banyak berdzikir kepada Allah dalam puasanya. Orang yang paling utama dalam bersedekah adalah yang paling banyak berdzikir kepada Allah dalam sedekahnya. Orang yang paling utama dalam berhaji adalah yang paling banyak berdzikir kepada Allah dalam hajinya. Demikian pula dalam seluruh amal lainnya.”

(al-Wābil ash-Shayyib, hlm. 152, poin ke-56 dari faedah dzikir).

Allah Subānahu wa Ta‘ālā tidak memerintahkan suatu amalan untuk diperbanyak kecuali karena amalan tersebut memiliki keutamaan yang besar, kedudukan yang tinggi, serta manfaat dan faedah yang luas bagi pelakunya. Dzikir memiliki manfaat yang tak terhitung serta membawa berbagai keberkahan. Oleh karena itu, sangatlah tepat jika para hamba yang berpuasa diingatkan akan sebagian dari manfaat dzikir. Di antaranya:

  1. Dzikir dapat mengusir, melemahkan, dan menghancurkan setan.

Allah Ta‘ālā berfirman:

وَمَنْ يَعْشُ عَنْ ذِكْرِ الرَّحْمَنِ نُقَيِّضْ لَهُ شَيْطَانًا فَهُوَ لَهُ قَرِينٌ

“Dan barang siapa yang berpaling dari peringatan Tuhan Yang Maha Pengasih, Kami akan adakan baginya setan (yang menyesatkannya), maka setan itulah yang menjadi teman dekatnya.” (QS. Az-Zukhruf: 36).

Allah juga berfirman:

إِنَّ الَّذِينَ اتَّقَوْا إِذَا مَسَّهُمْ طَائِفٌ مِنَ الشَّيْطَانِ تَذَكَّرُوا فَإِذَا هُمْ مُبْصِرُونَ 

“Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa, apabila mereka ditimpa was-was (godaan) dari setan, mereka pun segera ingat (kepada Allah), maka ketika itu mereka melihat (kesalahan-kesalahan mereka dengan jelas).” (QS. Al-A‘rāf: 201).

Selain itu, dalam wasiat Nabi Yayā bin Zakariyā ‘alaihimā as-salām kepada Bani Israil, sebagaimana disebutkan dalam hadis panjang, beliau pertama kali memerintahkan mereka untuk bertauhid, lalu shalat, puasa, dan sedekah. Kemudian beliau bersabda:

“Aku juga memerintahkan kalian untuk banyak mengingat Allah. Perumpamaan orang yang banyak berdzikir kepada Allah seperti seseorang yang dikejar oleh musuhnya dengan cepat, lalu ia tiba di sebuah benteng yang kokoh dan segera berlindung di dalamnya. Begitu pula hamba, ia tidak akan bisa melindungi dirinya dari setan kecuali dengan dzikir kepada Allah.”

(Diriwayatkan oleh at-Tirmidzī (2863), dan beliau berkata: Hadis ini asan shaī).

  1. Dzikir Membawa Kebahagiaan dan Ketenangan Hati

Salah satu manfaat terbesar dari dzikir adalah mendatangkan kebahagiaan, ketenangan, dan ketenteraman dalam hati. Allah Ta‘ālā berfirman:

الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

“Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.” (QS. Ar-Ra‘d: 28).

Hati orang-orang beriman sepantasnya tidak merasa tenteram dan nyaman kecuali dengan mengingat Allah, bukan dengan sesuatu yang lain. Dzikir adalah kehidupan dan sumber kekuatan bagi hati, sehingga hati tidak akan hidup dan terisi dengan kebaikan kecuali dengannya.

Ibn Taimiyyah raimahullāh berkata, “Dzikir bagi hati ibarat air bagi ikan, lalu bagaimana kondisi ikan jika terpisah dari air?”

(Lihat: Majmū‘ al-Fatāwā, 10/85; dikutip juga oleh Ibnul Qayyim dalam al-Wābil ash-Shayyib, hlm. 85).

  1. Orang yang Berdzikir Akan Dikenang oleh Allah

Di antara keutamaan dzikir adalah bahwa orang yang senantiasa mengingat Allah akan mendapatkan keistimewaan berupa diingat oleh Allah sendiri. Allah Ta‘ālā berfirman:

فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ

“Maka ingatlah Aku, niscaya Aku pun akan mengingat kalian.” (QS. Al-Baqarah: 152).

Dalam Shaī al-Bukhārī (7405) dan Shaī Muslim (2675), dari Abū Hurairah radhiyallāhu ‘anhu, Rasulullah allallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam sebuah hadis qudsi:

فَإِنْ ذَكَرَنِي فِي نَفْسِهِ ذَكَرْتُهُ فِي نَفْسِي، وَإِنْ ذَكَرَنِي فِي مَلَإٍ ذَكَرْتُهُ فِي مَلَإٍ خَيْرٍ مِنْهُ

“Jika ia mengingat-Ku dalam dirinya, maka Aku pun akan mengingatnya dalam diri-Ku. Dan jika ia mengingat-Ku di hadapan banyak orang, maka Aku pun akan mengingatnya di hadapan kumpulan yang lebih baik daripada mereka.”

  1. Dzikir Menghapus Dosa dan Menyelamatkan dari Azab Allah

Manfaat lainnya dari dzikir adalah bahwa ia menjadi sebab dihapuskannya dosa-dosa serta menyelamatkan orang yang berdzikir dari azab Allah. Dalam Musnad Imam Amad (21978), dari Mu‘ādz bin Jabal radhiyallāhu ‘anhu, Rasulullah allallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَا عَمِلَ آدَمِيٌّ عَمَلًا قَطُّ أَنْجَى لَهُ مِنْ عَذَابِ اللَّهِ مِنْ ذِكْرِ اللَّهِ

“Tidak ada amalan yang dilakukan oleh anak Adam yang lebih menyelamatkannya dari azab Allah dibandingkan dengan dzikir kepada Allah.”

  1. Dzikir Mendatangkan Pahala dan Keutamaan yang Tidak Dimiliki Amalan Lain

Salah satu keistimewaan dzikir adalah bahwa ia mendatangkan pahala dan keutamaan yang sangat besar, melebihi banyak amalan lainnya, meskipun dzikir merupakan ibadah yang ringan dan mudah dilakukan. Dalam Shaī al-Bukhārī (3293) dan Shaī Muslim (2691), dari Abū Hurairah radhiyallāhu ‘anhu, Rasulullah allallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ فِي يَوْمٍ مِائَةَ مَرَّةٍ كَانَتْ لَهُ عَدْلَ عَشْرِ رِقَابٍ، وَكُتِبَتْ لَهُ مِائَةُ حَسَنَةٍ، وَمُحِيَتْ عَنْهُ مِائَةُ سَيِّئَةٍ، وَكَانَتْ لَهُ حِرْزًا مِنْ الشَّيْطَانِ يَوْمَهُ ذَلِكَ حَتَّى يُمْسِيَ، وَلَمْ يَأْتِ أَحَدٌ بِأَفْضَلَ مِمَّا جَاءَ بِهِ إِلَّا أَحَدٌ عَمِلَ أَكْثَرَ مِنْ ذَلِكَ

“Barang siapa yang mengucapkan ‘Lā ilāha illa Allāh wadahu lā syarīka lahu, lahu al-mulku wa lahu al-amdu wa huwa ‘alā kulli syay’in qadīr’ sebanyak seratus kali dalam sehari, maka baginya pahala seperti membebaskan sepuluh budak. Dicatatkan baginya seratus kebaikan, dihapuskan darinya seratus keburukan, dan ia akan terlindung dari gangguan setan pada hari itu hingga sore tiba. Tidak ada seorang pun yang datang dengan amal yang lebih utama dari itu, kecuali seseorang yang mengerjakan lebih banyak dari apa yang ia lakukan.”

Hadis ini menunjukkan betapa besar pahala yang Allah sediakan bagi orang yang senantiasa berdzikir.

  1. Dzikir Adalah Tanaman di Surga

Keutamaan lain dari dzikir adalah bahwa ia menjadi sebab ditanamkannya pohon-pohon di surga bagi orang yang mengucapkannya. Dalam Sunan at-Tirmidzī (3462), dari ‘Abdullāh bin Mas‘ūd radhiyallāhu ‘anhu, Rasulullah allallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda:

 لَقِيتُ إِبْرَاهِيمَ لَيْلَةَ أُسْرِيَ بِي فَقَالَ يَا مُحَمَّدُ أَقْرِئْ أُمَّتَكَ مِنِّي السَّلَامَ وَأَخْبِرْهُمْ: أَنَّ الْجَنَّةَ طَيِّبَةُ التُّرْبَةِ عَذْبَةُ الْمَاءِ وَأَنَّهَا قِيعَانٌ، وَأَنَّ غِرَاسَهَا: سُبْحَانَ اللَّهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ وَلَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَاللَّهُ أَكْبَرُ 

“Pada malam Isra’, aku bertemu dengan Nabi Ibrāhīm ‘alaihis-salām. Ia berkata, ‘Wahai Muammad, sampaikan salamku kepada umatmu dan beritahukan kepada mereka bahwa surga itu tanahnya subur dan airnya jernih, tetapi ia masih berupa hamparan kosong. Dan tanaman-tanamannya adalah ucapan: ‘Subānallāh, wal-amdu lillāh, wa lā ilāha illallāh, wallāhu Akbar.’”

Hadis ini menegaskan bahwa dzikir bukan hanya mendatangkan pahala di dunia, tetapi juga membangun kebaikan yang nyata di akhirat.

  1. Dzikir Adalah Cahaya bagi Pelakunya di Dunia dan Akhirat

Salah satu manfaat besar dari dzikir adalah bahwa ia menjadi cahaya yang menerangi pelakunya di dunia, menerangi kuburnya setelah kematian, serta menjadi penerang di atas shirāth pada hari kiamat. Allah Subānahu wa Ta‘ālā berfirman:

يَهۡدِي ٱللَّهُ لِنُورِهِۦ مَن يَشَآءُۚ وَيَضۡرِبُ ٱللَّهُ ٱلۡأَمۡثَٰلَ لِلنَّاسِۗ وَٱللَّهُ بِكُلِّ شَيۡءٍ عَلِيمٞ ٣٥ فِي بُيُوتٍ أَذِنَ ٱللَّهُ أَن تُرۡفَعَ وَيُذۡكَرَ فِيهَا ٱسۡمُهُۥ يُسَبِّحُ لَهُۥ فِيهَا بِٱلۡغُدُوِّ وَٱلۡأٓصَالِ ٣٦ رِجَالٞ لَّا تُلۡهِيهِمۡ تِجَٰرَةٞ وَلَا بَيۡعٌ عَن ذِكۡرِ ٱللَّهِ وَإِقَامِ ٱلصَّلَوٰةِ وَإِيتَآءِ ٱلزَّكَوٰةِ٧

“Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki, dan Allah membuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (35) Di rumah-rumah yang telah diizinkan Allah untuk ditinggikan dan disebut nama-Nya di dalamnya; di dalamnya bertasbih kepada-Nya pada waktu pagi dan petang (36), (yaitu) orang-orang yang tidak dilalaikan oleh perdagangan maupun jual beli dari mengingat Allah, mendirikan salat, dan menunaikan zakat.” (QS. An-Nūr: 35–37)

Allah juga berfirman:

أَوَمَنْ كَانَ مَيْتًا فَأَحْيَيْنَاهُ وَجَعَلْنَا لَهُ نُورًا يَمْشِي بِهِ فِي النَّاسِ كَمَنْ مَثَلُهُ فِي الظُّلُمَاتِ لَيْسَ بِخَارِجٍ مِنْهَا

“Dan apakah orang yang sudah mati lalu Kami hidupkan dan Kami berikan cahaya yang membuatnya berjalan di tengah manusia, sama dengan orang yang masih berada dalam kegelapan dan tidak bisa keluar darinya?” (QS. Al-An‘ām: 122)

Ayat-ayat ini menunjukkan bahwa orang yang beriman kepada Allah, mencintai-Nya, dan banyak berdzikir kepada-Nya akan memperoleh cahaya yang meneranginya dalam kehidupan dunia. Sebaliknya, mereka yang lalai dari dzikir akan hidup dalam kegelapan yang bertumpuk-tumpuk. Sungguh keberuntungan sejati adalah memperoleh cahaya ini, dan kesengsaraan sejati adalah kehilangan dan terhalang darinya.

Karena itulah, Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam sering berdoa kepada Allah agar dianugerahi cahaya yang menyelimuti seluruh anggota tubuhnya, baik yang tampak maupun yang tersembunyi, serta menjadikan cahaya tersebut mengelilinginya dari segala arah.

  1. Dzikir Mengundang Shalawat dari Allah dan Para Malaikat

Di antara manfaat dzikir yang agung adalah bahwa ia menjadi sebab seseorang mendapatkan shalawat dari Allah dan para malaikat-Nya. Ini adalah keberuntungan terbesar yang dapat diraih seorang hamba. Allah Subānahu wa Ta‘ālā berfirman:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱذۡكُرُواْ ٱللَّهَ ذِكۡرٗا كَثِيرٗا ٤١ وَسَبِّحُوهُ بُكۡرَةٗ وَأَصِيلًا ٤٢ هُوَ ٱلَّذِي يُصَلِّي عَلَيۡكُمۡ وَمَلَٰٓئِكَتُهُۥ لِيُخۡرِجَكُم مِّنَ ٱلظُّلُمَٰتِ إِلَى ٱلنُّورِۚ وَكَانَ بِٱلۡمُؤۡمِنِينَ رَحِيمٗا ٤٣

“Wahai orang-orang yang beriman, berdzikirlah kepada Allah dengan dzikir yang banyak (41), dan bertasbihlah kepada-Nya pada pagi dan petang (42). Dialah yang memberikan rahmat kepada kalian, begitu pula para malaikat-Nya, agar Dia mengeluarkan kalian dari kegelapan kepada cahaya. Dan Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman.” (QS. Al-Azāb: 41–43)

Ayat ini menegaskan bahwa orang yang banyak berdzikir kepada Allah akan mendapatkan rahmat dan shalawat dari Allah serta para malaikat-Nya. Keutamaan ini menunjukkan bahwa dzikir bukan sekadar amalan biasa, tetapi ia adalah sumber keberkahan dan penyelamat dari berbagai kegelapan, baik di dunia maupun di akhirat.

  1. Dzikir Adalah Obat bagi Hati dan Pelindung dari Kemunafikan

Di antara manfaat besar dari dzikir adalah bahwa ia menyembuhkan hati dari berbagai penyakit dan melindungi seseorang dari kemunafikan. Allah Subānahu wa Ta‘ālā berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُلْهِكُمْ أَمْوَالُكُمْ وَلَا أَوْلَادُكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ

“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah harta dan anak-anak kalian melalaikan kalian dari mengingat Allah. Dan barang siapa yang berbuat demikian, maka mereka itulah orang-orang yang merugi.” (QS. Al-Munāfiqūn: 9)

Allah juga berfirman tentang orang-orang munafik:

وَلَا يَذْكُرُونَ اللَّهَ إِلَّا قَلِيلًا

“Dan mereka tidak mengingat Allah kecuali sedikit.” (QS. An-Nisā’: 142)

Ketika ‘Alī bin Abī Thālib radhiyallāhu ‘anhu ditanya tentang para pelaku Perang Jamal, apakah mereka termasuk orang-orang munafik, beliau menjawab: “Orang-orang munafik itu tidak mengingat Allah kecuali sedikit.”

(Diriwayatkan oleh al-Bayhaqī dalam As-Sunan al-Kubrā, no. 16499)

Selain itu, Makūl bin ‘Abdillāh raimahullāh berkata:

“Sesungguhnya mengingat Allah adalah obat, sedangkan membicarakan manusia adalah penyakit.” (Diriwayatkan oleh al-Bayhaqī dalam Syu‘ab al-Īmān, no. 717)

  1. Dzikir Dapat Menggantikan Ibadah Lainnya

Manfaat lain dari dzikir adalah bahwa ia dapat menggantikan berbagai jenis ibadah lainnya, baik ibadah yang bersifat fisik maupun harta, atau kombinasi keduanya seperti haji dan umrah sunnah.

Hal ini disebutkan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abū Hurairah radhiyallāhu ‘anhu bahwa para sahabat yang miskin mengadu kepada Nabi allallāhu ‘alaihi wa sallam tentang orang-orang kaya yang telah mendapatkan banyak pahala. Maka, Rasulullah allallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أَفَلَا أُعَلِّمُكُمْ شَيْئًا تُدْرِكُونَ بِهِ مَنْ سَبَقَكُمْ وَتَسْبِقُونَ بِهِ مَنْ بَعْدَكُمْ وَلَا يَكُونُ أَحَدٌ أَفْضَلَ مِنْكُمْ إِلَّا مَنْ صَنَعَ مِثْلَ مَا صَنَعْتُمْ؟ قَالُوا بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ، قَالَ تُسَبِّحُونَ وَتُكَبِّرُونَ وَتَحْمَدُونَ دُبُرَ كُلِّ صَلَاةٍ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ مَرَّةً

“Maukah aku ajarkan kepada kalian sesuatu yang dengannya kalian dapat mengejar orang-orang yang telah mendahului kalian, mendahului orang-orang yang datang setelah kalian, dan tidak ada seorang pun yang lebih utama dari kalian kecuali mereka yang melakukan seperti yang kalian lakukan?” Mereka menjawab, “Tentu, wahai Rasulullah!” Beliau bersabda: “Bertasbihlah (Subānallāh), bertakbirlah (Allāhu Akbar), dan bertahmidlah (Alamdulillāh) sebanyak tiga puluh tiga kali setiap selesai shalat.”

(Diriwayatkan oleh al-Bukhārī (843) dan Muslim (595), lafaz dari Muslim)

Hadis ini menunjukkan bahwa dzikir menjadi pengganti bagi orang-orang miskin yang tidak mampu melakukan ibadah seperti haji, umrah, dan berjihad dengan harta mereka.

Selain itu, dalam hadis lain yang diriwayatkan oleh ‘Abdullāh bin Busr radhiyallāhu ‘anhu, seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah allallāhu ‘alaihi wa sallam:

“Wahai Rasulullah, syariat Islam begitu banyak bagi saya, maka beritahukanlah kepada saya sesuatu yang dapat saya pegang erat-erat?” Beliau menjawab: “Hendaklah lisanmu senantiasa basah dengan mengingat Allah.” (HR. at-Tirmidzī (3375))

Maka, Rasulullah allallāhu ‘alaihi wa sallam—sebagai seorang penasihat yang bijaksana—memberinya petunjuk tentang amalan yang dapat ia lakukan dengan mudah dalam menjalankan syariat Islam, jika ia mencintainya dan berpegang teguh padanya.

Ini hanyalah setetes dari lautan keutamaan, sebagian kecil dari begitu banyak manfaat dzikir yang penuh berkah, buahnya yang ranum, serta hasilnya yang agung. Oleh karena itu, sudah sepantasnya bagi hamba-hamba Allah yang beriman untuk memperbanyak dzikir agar mereka meraih pahala yang besar, anugerah yang mulia, dan keberkahan yang berlimpah—terlebih lagi di bulan yang penuh berkah ini, musim ibadah yang agung, bulan dzikir dan Al-Qur’an, serta waktu yang penuh dengan ketaatan dan kebaikan.

Kita memohon kepada Allah Yang Maha Pemurah agar menerangi hati kita dengan mengingat-Nya, memanfaatkan waktu kita dalam ketaatan kepada-Nya, serta menjadikan lisan kita senantiasa basah dengan dzikir kepada-Nya, bersyukur kepada-Nya, dan beribadah kepada-Nya dengan sebaik-baiknya.

Sumber: Syaikh Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin bin Hamad Al-Badr, Maqālāt Ramadhāniyyah, فَوَائِدُ الذِّكْرِ وَعَوَائِدُه, https://www.al-badr.net/muqolat/2512, Diakses pada 18 Sya’ban 1446 H/ 17 Februari 2025)

Dialihbahasakan dengan sedikit penyesuaian oleh: Hafizh Abdul Rohman, Lc

Related posts

Tinggalkan Balasan di sini