Bulan Ramadan, Karunia yang Agung
Allah telah melimpahkan banyak nikmat kepada hamba-hamba-Nya, nikmat yang tak terhitung jumlahnya, sebagaimana firman-Nya:
وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَتَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا إِنَّ الْإِنْسَانَ لَظَلُومٌ كَفَّارٌ
“Dan jika kalian menghitung nikmat Allah, niscaya kalian tidak akan mampu menghitungnya. Sesungguhnya manusia itu sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).” (QS. Ibrāhīm: 34)
Nikmat yang Allah berikan terbagi menjadi nikmat yang bersifat mutlak dan yang bersifat terbatas, ada nikmat agama dan ada pula nikmat duniawi. Allah telah menunjukkan jalan kepada hamba-hamba-Nya dan membimbing mereka menuju kebaikan serta mengajak mereka menuju Darussalam (Surga). Allah berfirman:
وَاللَّهُ يَدْعُو إِلَى دَارِ السَّلَامِ وَيَهْدِي مَنْ يَشَاءُ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ
“Dan Allah menyeru (manusia) ke Darussalam (Surga), serta memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki ke jalan yang lurus.” (QS. Yūnus: 25)
Dia juga menganugerahkan kesehatan akal dan jasmani kepada mereka, memberi mereka rezeki dari berbagai makanan yang baik, serta menundukkan apa yang ada di langit dan di bumi untuk kemaslahatan mereka. Semua anugerah ini Allah berikan agar hamba-hamba-Nya bersyukur, beribadah hanya kepada-Nya tanpa menyekutukan-Nya, sehingga mereka dapat meraih keridhaan-Nya dan memperoleh rahmat serta karunia-Nya.
قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ
“Katakanlah (wahai Muhammad), dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah mereka bergembira. Itu lebih baik daripada apa yang mereka kumpulkan (dari harta dunia).” (QS. Yūnus: 58).
Ibadah Puasa Ramadan Adalah Salah Satu Karunia Terbesar
Di antara anugerah Allah yang paling agung dan nikmat-Nya yang begitu besar kepada hamba-hamba-Nya yang beriman adalah disyariatkannya ibadah puasa di bulan Ramadan yang penuh berkah. Allah menjadikannya sebagai salah satu rukun utama dalam agama Islam, yang menjadi pilar tegaknya bangunan keimanan seorang Muslim. Karena puasa Ramadan merupakan salah satu nikmat besar yang Allah berikan kepada hamba-hamba-Nya, maka Dia menutup ayat-ayat yang memerintahkan puasa dengan firman-Nya:
وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
“Dan agar kalian bersyukur.” (QS. Al-Baqarah: 185)
Hal ini menunjukkan bahwa tujuan utama dari penciptaan manusia dan keberagaman nikmat yang diberikan kepada mereka adalah agar mereka bersyukur kepada-Nya.
Hakikat syukur yang sesungguhnya adalah:
“Mengakui nikmat yang diberikan oleh Sang Pemberi Nikmat dengan penuh ketundukan, kehinaan, serta kecintaan kepada-Nya. Barang siapa yang tidak menyadari nikmat yang ia terima, maka ia tidak akan mensyukurinya. Barang siapa yang mengetahui nikmat tersebut, tetapi tidak mengenali siapa yang memberikannya, maka ia juga tidak bersyukur. Barang siapa yang mengenal nikmat dan pemberinya, tetapi mengingkarinya sebagaimana seorang yang menolak kebaikan pemberi nikmat, maka ia telah kufur terhadap nikmat tersebut. Barang siapa yang mengetahui nikmat, mengenali siapa yang memberikannya, serta mengakui dan tidak mengingkarinya, tetapi tidak tunduk, tidak mencintai, dan tidak ridha kepada pemberi nikmat, maka ia juga belum dikatakan bersyukur. Adapun seorang yang mengetahui nikmat, mengenali siapa yang memberikannya, tunduk kepada-Nya, mencintai-Nya, ridha kepada-Nya, dan menggunakan nikmat tersebut dalam ketaatan kepada-Nya, maka dialah orang yang benar-benar bersyukur.”
(Ibnul Qayyim, Ṭarīq al-Hijratayn, hlm. 175).
5 Pilar Syukur
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa syukur dibangun di atas lima pilar utama:
- Ketundukan seorang yang bersyukur kepada Dzat yang disyukuri.
- Kecintaan kepada-Nya.
- Pengakuan atas nikmat-Nya.
- Pujian terhadap-Nya atas nikmat tersebut.
- Tidak menggunakan nikmat itu dalam perkara yang dibenci oleh-Nya.
Kelima pilar ini adalah fondasi utama dalam bersyukur. Jika salah satunya hilang, maka bangunan syukur pun akan mengalami cacat. Setiap pembahasan tentang hakikat syukur pada hakikatnya berpulang kepada kelima prinsip ini dan berputar di sekelilingnya.
(Ibnul Qayyim, Madārij as-Sālikīn, 2/244).
Tingkatan Manusia dalam Merealisasikan Syukur
Manusia memiliki tingkatan yang berbeda-beda dalam merealisasikan rasa syukur, sebagaimana mereka juga berbeda dalam memahami hakikatnya. Perbedaan ini sangat bergantung pada tingkat pemahaman mereka terhadap sebab-sebab yang mengharuskan seseorang bersyukur, yaitu pengenalan terhadap Allah—Rabb yang Maha Agung dan Dzat yang Maha Pemberi Nikmat.
- Golongan yang Bersyukur dengan Sempurna
Sebagian orang mengenal Allah dengan sangat baik melalui perincian nama-nama-Nya yang mulia, sifat-sifat-Nya yang agung, perbuatan-Nya yang sempurna, serta keindahan ciptaan-Nya dan karunia-Nya yang luas. Hal ini membuat hati mereka dipenuhi dengan kecintaan kepada-Nya, lisan mereka senantiasa memuji-Nya, tubuh mereka tunduk menjalankan ketaatan kepada-Nya, dan mereka mengakui seluruh nikmat-Nya, serta menggunakan nikmat tersebut dalam perkara yang diridhai-Nya.
- Golongan yang Lalai dan Kufur terhadap Nikmat
Sebaliknya, ada juga orang yang menutupi jiwanya dengan kelalaian dan kebodohan terhadap Rabbnya. Ia tidak mengenal Allah kecuali dengan sangat minim, bahkan mungkin mengingkari dan menolak keberadaan nikmat-Nya. Jika pun ia mengakui keberadaan Allah dan nikmat-Nya, ia tetap tidak tunduk kepada-Nya, tidak menaati perintah-Nya, serta tidak patuh terhadap syariat-Nya. Maka, semakin lama, ia justru semakin jauh dari Allah.
Bebebrapa Keistimewaan Bulan Ramadan
Bulan Ramadan yang penuh berkah merupakan anugerah besar dari Allah dan karunia ilahi bagi hamba-hamba-Nya. Bulan ini hadir agar orang-orang beriman semakin bertambah keimanannya, serta menjadi kesempatan bagi mereka yang lalai dan kurang dalam amalnya untuk kembali bertobat dan memperbaiki diri.
Allah Ta‘ālā telah mengkhususkan bulan Ramadan dengan berbagai keistimewaan dan memberinya keutamaan yang tidak dimiliki oleh bulan-bulan lain. Berikut ini adalah beberapa keistimewaan yang menunjukkan betapa besarnya nikmat yang Allah anugerahkan kepada kita melalui bulan yang mulia ini, agar kita bersyukur dengan sebenar-benarnya syukur, serta mengabdikan diri kepada-Nya dengan ibadah yang tulus dan sempurna.
- Keistimewaan Bulan Ramadan dengan Al-Qur’an
Bulan Ramadan, bulan puasa, memiliki keistimewaan khusus dengan Al-Qur’an, karena ia adalah bulan diturunkannya kitab suci yang menjadi petunjuk bagi manusia. Allah Ta‘ālā berfirman:
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ
“Bulan Ramadan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia serta penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang benar dan yang batil).” (QS. Al-Baqarah: 185)
Dalam ayat ini, Allah memuliakan bulan Ramadan dibandingkan bulan-bulan lainnya dengan menjadikannya sebagai waktu diturunkannya Al-Qur’an. Bahkan, dalam sebuah hadis disebutkan bahwa bulan Ramadan adalah bulan diturunkannya kitab-kitab samawi kepada para nabi.
Imam Aḥmad dan Aṭ-Ṭabarānī dalam Al-Mu‘jam Al-Kabīr meriwayatkan dari Wātsilah bin Al-Asqa‘ bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
أُنْزِلَتْ صُحُفُ إِبْرَاهِيمَ عَلَيْهِ السَّلَام فِي أَوَّلِ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ ، وَأُنْزِلَتْ التَّوْرَاةُ لِسِتٍّ مَضَيْنَ مِنْ رَمَضَانَ، وَالْإِنْجِيلُ لِثَلَاثَ عَشْرَةَ خَلَتْ مِنْ رَمَضَانَ ، وَأُنْزِلَ الْفُرْقَانُ لِأَرْبَعٍ وَعِشْرِينَ خَلَتْ مِنْ رَمَضَانَ
“Ṣuḥuf (lembaran-lembaran wahyu) Nabi Ibrāhīm ‘alayhis-salām diturunkan pada malam pertama bulan Ramadan. Taurāt diturunkan pada malam keenam bulan Ramadan. Injīl diturunkan pada malam ketiga belas bulan Ramadan. Sedangkan Al-Furqān (Al-Qur’an) diturunkan pada malam kedua puluh empat bulan Ramadan.”
(Musnad Aḥmad (4/107, no. 16921), dan Aṭ–Ṭabarānī (no. 17646), dengan lafaz dari Imam Aḥmad)
Hadis ini menunjukkan bahwa bulan Ramadan adalah bulan diturunkannya kitab-kitab ilahi kepada para rasul. Namun, perbedaannya adalah kitab-kitab sebelumnya diturunkan secara keseluruhan kepada nabi yang menerimanya, sedangkan Al-Qur’an diturunkan secara bertahap.
Dikarenakan kemuliaan dan keutamaan Al-Qur’an, ia pertama kali diturunkan secara keseluruhan ke Baitul ‘Izzah di langit dunia pada malam Lailatul Qadar di bulan Ramadan, sebagaimana firman Allah:
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ
“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur’an) pada malam kemuliaan.” (QS. Al-Qadr: 1)
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا مُنْذِرِينَ
“Sesungguhnya Kami menurunkannya pada malam yang diberkahi. Sesungguhnya Kamilah yang memberi peringatan.” (QS. Ad-Dukhān: 3)
Setelah itu, Al-Qur’an diturunkan secara bertahap kepada Rasulullah ﷺ sesuai dengan kebutuhan umat, sedikit demi sedikit, mengikuti peristiwa dan hukum yang ditetapkan.
Semua ini menunjukkan keagungan bulan Ramadan dan hubungan istimewanya dengan Al-Qur’an. Di dalam bulan ini, Allah memberikan anugerah besar bagi umat Islam, yaitu diturunkannya wahyu-Nya yang agung, kitab suci-Nya yang penuh kemuliaan, yang mengandung petunjuk bagi manusia, bukti-bukti kebenaran, serta pembeda antara yang haq dan yang batil:
هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ
“Sebagai petunjuk bagi manusia, serta penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda antara yang benar dan yang batil.” (QS. Al-Baqarah: 185)
Al-Qur’an adalah petunjuk yang sempurna bagi umat manusia dalam urusan agama dan dunia, yang menjelaskan kebenaran dengan sangat jelas serta menjadi pembeda antara kebenaran dan kesesatan, cahaya dan kegelapan, petunjuk dan kebinasaan.
Keutamaan Lailatul Qadr: Malam yang Lebih Baik dari Seribu Bulan
Selain itu, di dalam bulan Ramadan terdapat Lailatul Qadr, yang Allah sebutkan dalam firman-Nya:
وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ (2) لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ
“Dan tahukah kamu apakah Lailatul Qadr itu? (2) Lailatul Qadr itu lebih baik dari seribu bulan.” (QS. Al-Qadr: 2-3)
Artinya, amal yang dilakukan pada malam tersebut lebih baik dibandingkan amal yang dilakukan selama seribu bulan selainnya, begitu pula dalam hal pahala.
Puasa Ramadan sebagai Sebab Diampuninya Dosa
Puasa di bulan Ramadan juga merupakan sebab terampuninya dosa. Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah raḍiya Allāhu ‘anhu, Nabi ﷺ bersabda:
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barang siapa yang berpuasa di bulan Ramadan dengan penuh iman dan mengharap pahala, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. Al-Bukhari no. 2014, Muslim no. 760)
Makna “beriman” dalam hadis ini adalah seseorang meyakini dengan penuh keimanan dan ridha akan kewajiban puasa atas dirinya, serta “mengharap pahala” berarti dia melaksanakannya dengan penuh keikhlasan karena mengharap balasan dari Allah. Dia tidak menjalankannya dengan berat hati, tidak pula meragukan pahala dan ganjarannya. Jika demikian, Allah akan mengampuni dosa-dosanya yang telah lalu.
Dalam riwayat Muslim dari Abu Hurairah raḍiya Allāhu ‘anhu, Rasulullah ﷺ juga bersabda:
الصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ وَالْجُمْعَةُ إِلَى الْجُمْعَةِ وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ مُكَفِّرَاتٌ مَا بَيْنَهُنَّ إِذَا اجْتَنَبَ الْكَبَائِرَ
“Shalat lima waktu, dari Jumat ke Jumat berikutnya, serta dari Ramadan ke Ramadan berikutnya, merupakan penghapus dosa di antara keduanya, selama seseorang menjauhi dosa-dosa besar.” (HR. Muslim no. 233)
Keutamaan Lain di Bulan Ramadan
Selain keutamaan-keutamaan yang telah disebutkan, siapa pun yang menunaikan salat malam di bulan Ramadan dengan penuh keimanan dan mengharap pahala, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni. Di bulan ini pula, setan-setan dibelenggu, pintu-pintu surga dibuka, dan pintu-pintu neraka ditutup. Allah juga memiliki hamba-hamba yang dibebaskan dari neraka setiap malam di bulan ini.
Kemenangan Umat Islam di Bulan Ramadan
Di bulan yang penuh berkah ini, Allah memberikan kemenangan kepada kaum Muslimin atas musuh-musuh mereka dalam Perang Badr al-Kubra. Dalam peristiwa tersebut, jumlah kaum musyrik tiga kali lipat lebih banyak daripada kaum Muslimin. Selain itu, pada bulan Ramadan, Allah memberikan kemenangan besar lainnya dengan dibukanya Makkah al-Mukarramah oleh Rasulullah ﷺ. Kota suci ini dibersihkan dari berhala-berhala yang sebelumnya berada di sekitar Ka’bah, yang jumlahnya mencapai 360 berhala. Saat menghancurkan berhala-berhala tersebut, Rasulullah ﷺ membaca firman Allah:
وَقُلْ جَاءَ الْحَقُّ وَزَهَقَ الْبَاطِلُ إِنَّ الْبَاطِلَ كَانَ زَهُوقًا
“Dan katakanlah: ‘Telah datang kebenaran dan lenyaplah kebatilan. Sesungguhnya kebatilan itu pasti lenyap.'” (QS. Al-Isrā’: 81).
Bulan Ramadan bukanlah bulan kemalasan, melainkan bulan kerja keras, ibadah, dan perjuangan di jalan Allah. Bulan ini selayaknya dimuliakan oleh setiap Muslim dan dijadikan sebagai kesempatan untuk meningkatkan amal ibadah serta bekal untuk kehidupan akhirat.
Ya Allah, jadikanlah kami termasuk orang-orang yang memahami kedudukan dan kehormatan bulan ini, serta berikanlah kami taufik untuk menjalankan amal yang Engkau ridhai di dalamnya. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar doa.
Ya Allah, berikanlah kami taufik untuk menaati-Mu, bantu kami agar senantiasa mengingat-Mu, bersyukur kepada-Mu, dan beribadah dengan sebaik-baiknya. Mudahkanlah kami menuju jalan kebaikan, sempurnakanlah nikmat-Mu atas kami dengan memberikan kemampuan untuk menunaikan hak tamu agung ini. Bantulah kami dalam menjalankan puasa dan salat malamnya, serta jadikanlah kami berakhlak baik selama bulan ini, wahai Rabb semesta alam.
Penulis: Syaikh Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin bin Hamad Al-Badr
Sumber: “Maqālāt Ramaḍāniyyah” https://www.al-badr.net/muqolat/2506 (Diakses pada 31 Januari 2025)
Dialihbahasakan dengan sedikit penyesuaian oleh: Hafizh Abdul Rohman, Lc