PENGANTAR PENULIS
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ
Segala puji bagi Allah Ta‘ālā, Dzat yang menganugerahkan nikmat-nikmat yang tak terhitung, serta limpahan karunia yang melimpah. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi-Nya yang terpercaya, sosok yang diutus sebagai rahmat bagi seluruh alam, juga kepada keluarga dan para sahabatnya yang senantiasa berjalan di atas petunjuk-Nya.
Amma ba‘du,
Wahai saudaraku yang mulia, Jiwa manusia tidak akan mencapai derajat kemuliaan yang tinggi kecuali dengan akhlak yang luhur dan adab yang mulia. Sebaliknya, jiwa pun tak akan terjerumus ke dalam jurang kehinaan dan kenistaan kecuali karena buruknya budi pekerti dan tercelanya tabiat.
Oleh karena itu, Allah Ta‘ālā telah mendidik hamba-hamba-Nya yang beriman dengan ajaran agama yang benar, menjadikan agama ini sebagai madrasah yang mengajarkan mereka keindahan akhlak dan keluhuran adab. Sebab, tiada adab yang sejati bagi siapa pun yang tidak beradab dengan adab yang telah Allah ajarkan, dan tiada kemuliaan bagi siapa pun yang tidak menghiasi dirinya dengan akhlak yang luhur yang telah Allah syariatkan!
Dan sungguh, Allah Ta‘ālā telah mengumpulkan bagi Nabi-Nya ﷺ hikmah dalam bentuk kalimat-kalimat yang ringkas dan penuh makna di dalam kitab-Nya yang penuh hikmah. Allah pun telah merangkum seluruh kemuliaan akhlak dalam tiga kata yang termaktub dalam firman-Nya:
خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ
“Terimalah apa yang mudah (dari akhlak manusia), perintahkanlah yang ma‘ruf, dan berpalinglah dari orang-orang yang bodoh.” (QS. Al-A‘rāf: 199)
Di dalam perintah untuk mengambil sikap ‘afw (sikap memaafkan dan memudahkan), terdapat anjuran untuk menyambung ikatandengan orang yang memutusnya serta berlapang dada terhadap orang yang menzhalimi.
Di dalam perintah untuk amar ma‘ruf (mengajak kepada kebaikan), terdapat ketakwaan kepada Allah, menundukkan pandangan dari hal-hal yang haram, serta menjaga lisan dari perkataan dusta.
Sedangkan dalam perintah untuk berpaling dari orang-orang bodoh, terdapat anjuran untuk menjaga diri dari perdebatan dengan orang dungu dan menghindari pertikaian dengan orang yang keras kepala.[1]
Seorang ahli hikmah pernah berkata:
“Ketahuilah, kedudukan yang berasal dari harta hanya akan bertahan selama hartamu masih ada. Namun, kedudukan yang berasal dari adab dan akhlak tidak akan pernah sirna darimu.”
Saudaraku seiman,
Adab adalah penghias jiwa, dan jiwa yang beradab adalah permata berharga dalam kehidupan. Apa yang bisa diharapkan dari seseorang jika ia tidak mendidik dirinya sendiri? Dalam lembaran-lembaran kecil ini, kami mengumpulkan untukmu sejumlah adab safar yang akan menemanimu ketika kau meninggalkan kampung halaman dan mengucapkan selamat tinggal kepada para sahabatmu.
Semoga, wahai saudaraku, engkau menemukan dalam tulisan ini apa yang kau cari, jika engkau ingin berpegang pada adab-adab agama dan menghiasi dirimu dengan akhlak seorang mukmin.
Ketahuilah, bahwa bekal terbaik dalam safarmu—setelah tawakal kepada Allah Ta‘ālā—adalah adab yang baik, yang akan menjadi temanmu sebelum teman perjalananmu sendiri.
Maka, pinjamkanlah hatimu sejenak, wahai saudaraku, dan izinkan aku menyampaikan kepadamu kumpulan adab ini, meskipun aku tahu saat itu mungkin pikiranmu sedang sibuk mempersiapkan perlengkapan safar.
Bawalah adab-adab ini bersamamu sebelum kau meninggalkan kampung halaman dan berpisah dengan orang-orang terkasih. Adab-adab ini aku sajikan dalam bentuk judul-judul yang sarat dengan makna mendalam, untuk menghiasi perjalanan safarmu dengan nilai-nilai luhur.
Penulis:
Azharī Ahmad Mahmūd
Footnote :
[1] Al-‘Iqd al-Farīd, (2/240)
Sumber : https://shamela.ws/book/36389
Dialihbahasakan dengan sedikit penyesuaian oleh: Hafizh Abdul Rohman, Lc
Artikel ini adalah artikel berseri, artikel selanjutnya bisa dibaca di sini