Puasa dari Hal yang Diharamkan oleh Allah
Salah satu hal terpenting yang harus diperhatikan oleh orang yang berpuasa adalah menjaga puasanya dari segala hal yang dapat mengurangi nilainya dan menghilangkan pahalanya.
Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Muslim, Nabi ﷺ bersabda:
إِنَّ الْمُفْلِسَ مِنْ أُمَّتِي يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصَلَاةٍ وَصِيَامٍ وَزَكَاةٍ وَيَأْتِي قَدْ شَتَمَ هَذَا وَقَذَفَ هَذَا وَأَكَلَ مَالَ هَذَا وَسَفَكَ دَمَ هَذَا وَضَرَبَ هَذَا؛ فَيُعْطَى هَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ وَهَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ، فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ يُقْضَى مَا عَلَيْهِ أُخِذَ مِنْ خَطَايَاهُمْ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ ثُمَّ طُرِحَ فِي النَّارِ
“Sesungguhnya orang yang bangkrut dari umatku adalah seseorang yang datang pada hari kiamat dengan membawa pahala shalat, puasa, dan zakat, namun dia juga datang dalam keadaan telah mencela orang ini, menuduh orang itu, memakan harta orang ini, menumpahkan darah orang itu, dan memukul orang ini. Maka diberikanlah kepada masing-masing orang yang telah dizaliminya dari kebaikannya, hingga jika kebaikannya telah habis sebelum dia menunaikan seluruh hak yang harus dikembalikan, diambil dari dosa-dosa mereka lalu ditimpakan kepadanya, kemudian dia dilemparkan ke dalam neraka.” (HR. Muslim, no. 2581).
Kehilangan Pahala Akibat Kezaliman
Meskipun seseorang telah menjalankan shalat, puasa, dan zakat, ia tetap bisa kehilangan pahala dan merugi jika anggota tubuhnya berbuat zalim dan lisannya menebarkan fitnah serta kebohongan. Akibatnya, ia termasuk dalam golongan orang-orang yang bangkrut di hadapan Allah.
Oleh karena itu, salah satu pelajaran yang seharusnya diperoleh seorang Muslim dari puasanya adalah kesadaran bahwa kewajiban menahan diri dari makanan, minuman, dan hal-hal yang membatalkan puasa hanya berlaku selama bulan Ramadan, dari terbit fajar hingga terbenam matahari. Namun, menahan diri dari segala sesuatu yang haram berlaku sepanjang tahun, bahkan sepanjang hayat manusia.
Dalam bulan Ramadan, seorang Muslim berpuasa dari segala hal yang halal di luar bulan tersebut, termasuk dari hal-hal yang haram. Adapun menahan diri dari perbuatan haram merupakan kewajiban sepanjang hidupnya. Sebab, secara bahasa, puasa (shaum) berarti menahan diri atau berpantang. Oleh karena itu, menahan pandangan, lisan, pendengaran, tangan, kaki, serta kemaluan dari segala sesuatu yang diharamkan termasuk dalam makna puasa secara bahasa. Dan hal ini wajib bagi setiap Muslim selama hidupnya.
Mensyukuri Nikmat dengan Menggunakannya Secara Benar
Allah ﷻ telah menganugerahkan berbagai nikmat besar kepada hamba-Nya, seperti mata, lisan, telinga, tangan, kaki, kemaluan, dan lainnya. Sebagai bentuk syukur atas nikmat-nikmat tersebut, Allah mewajibkan hamba-Nya untuk menggunakannya dalam perkara yang diridhai-Nya dan mengharamkan mereka dari menggunakannya dalam perkara yang dimurkai-Nya. Kesempurnaan rasa syukur kepada Allah atas nikmat-nikmat tersebut adalah dengan menggunakannya sesuai perintah-Nya dan menahannya dari segala hal yang diharamkan-Nya.
Sebagai contoh, mata diperintahkan untuk digunakan dalam melihat hal-hal yang diperbolehkan oleh Allah dan dilarang untuk digunakan dalam melihat hal-hal yang diharamkan, seperti melihat wanita ajnabi (bukan mahram) dengan syahwat atau menyaksikan adegan-adegan tidak senonoh yang banyak disebarkan oleh berbagai media. Menjaga mata dari hal-hal yang diharamkan merupakan bentuk puasa bagi mata, dan hukumnya berlaku sepanjang hayat.
Demikian pula telinga, diperintahkan untuk digunakan dalam mendengar hal-hal yang diperintahkan dan diperbolehkan oleh Allah, serta dilarang untuk mendengar hal-hal yang tidak pantas seperti perkataan sia-sia, hiburan yang melalaikan, lagu-lagu haram, kebohongan, ghibah, dan lain sebagainya. Menjaga telinga dari mendengar hal-hal yang dilarang adalah bentuk puasa bagi telinga, dan hukumnya berlaku sepanjang hidup.
Begitu pula tangan, diperintahkan untuk digunakan dalam hal-hal yang diperintahkan Allah dan diperbolehkan, serta dilarang dari perbuatan yang diharamkan-Nya. Menahan tangan dari tindakan haram adalah bentuk puasa bagi tangan, dan hukumnya berlaku selamanya.
Hal yang sama berlaku untuk kemaluan, diperintahkan untuk digunakan dalam perkara yang halal dan diharamkan dalam perbuatan keji seperti zina, liwāth (homoseksualitas), dan lainnya. Menjaga kemaluan dari perbuatan haram adalah bentuk puasa bagi kemaluan, dan hukumnya berlaku sepanjang hidup.
Janji Pahala bagi yang Bersyukur dan Ancaman bagi yang Menggunakan Nikmat dalam Kemaksiatan
Allah ﷻ menjanjikan pahala yang besar, ganjaran yang melimpah, serta kebaikan di dunia dan akhirat bagi orang yang bersyukur atas nikmat-Nya dan menggunakannya dalam perkara yang diridhai-Nya. Sebaliknya, Allah mengancam dengan siksa dan hukuman bagi mereka yang tidak menjaga nikmat tersebut, tidak memahami tujuan penciptaannya, serta menggunakannya dalam hal-hal yang dimurkai-Nya.
Allah ﷻ memberitakan bahwa seluruh anggota tubuh manusia akan dimintai pertanggungjawaban pada hari kiamat atas perbuatan pemiliknya. Allah ﷻ berfirman:
وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا
“Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semua itu akan dimintai pertanggungjawaban.” (QS. Al-Isrā’: 36)
Allah juga berfirman:
الْيَوْمَ نَخْتِمُ عَلَى أَفْوَاهِهِمْ وَتُكَلِّمُنَا أَيْدِيهِمْ وَتَشْهَدُ أَرْجُلُهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
“Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; dan tangan mereka akan berbicara kepada Kami, serta kaki mereka akan menjadi saksi atas apa yang dahulu mereka kerjakan.” (QS. Yāsīn: 65)
Begitu pula dalam firman-Nya:
وَيَوۡمَ يُحۡشَرُ أَعۡدَآءُ ٱللَّهِ إِلَى ٱلنَّارِ فَهُمۡ يُوزَعُونَ ١٩ حَتَّىٰٓ إِذَا مَا جَآءُوهَا شَهِدَ عَلَيۡهِمۡ سَمۡعُهُمۡ وَأَبۡصَٰرُهُمۡ وَجُلُودُهُم بِمَا كَانُواْ يَعۡمَلُونَ ٢٠ وَقَالُواْ لِجُلُودِهِمۡ لِمَ شَهِدتُّمۡ عَلَيۡنَاۖ قَالُوٓاْ أَنطَقَنَا ٱللَّهُ ٱلَّذِيٓ أَنطَقَ كُلَّ شَيۡءٖۚ وَهُوَ خَلَقَكُمۡ أَوَّلَ مَرَّةٖ وَإِلَيۡهِ تُرۡجَعُونَ ٢١
“Pada hari ketika musuh-musuh Allah digiring ke neraka, lalu mereka dikumpulkan semuanya. (19) Hingga ketika mereka sampai ke neraka, pendengaran, penglihatan, dan kulit mereka menjadi saksi terhadap apa yang telah mereka lakukan. (20) Mereka berkata kepada kulit mereka, ‘Mengapa kalian bersaksi terhadap kami?’ Kulit mereka menjawab, ‘Allah yang telah menjadikan segala sesuatu dapat berbicara telah menjadikan kami berbicara, dan Dialah yang menciptakan kalian pertama kali, dan hanya kepada-Nyalah kalian dikembalikan.’” (QS. Fushshilat: 19-21)
Menjaga Lisan dan Kemaluan sebagai Jalan Menuju Keselamatan
Dalam sebuah hadis, Rasulullah ﷺ menasihati Mu‘ādz bin Jabal untuk menjaga lisannya. Mu‘ādz bertanya:
“Wahai Nabi Allah! Apakah kita akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang kita ucapkan?”
Rasulullah ﷺ menjawab:
ثَكِلَتْكَ أُمُّكَ يَا مُعَاذُ وَهَلْ يَكُبُّ النَّاسَ فِي النَّارِ عَلَى وُجُوهِهِمْ أَوْ عَلَى مَنَاخِرِهِمْ إِلَّا حَصَائِدُ أَلْسِنَتِهِمْ
“Celakalah engkau, wahai Mu‘ādz! Bukankah kebanyakan manusia yang tersungkur ke dalam neraka di atas wajah-wajah mereka atau di atas hidung-hidung mereka adalah akibat dari hasil ucapan lisan mereka?” (HR. At-Tirmidzī no. 2616, Ibnu Mājah no. 3973, lafaz milik At-Tirmidzī)
Dalam hadis lain, Rasulullah ﷺ bersabda:
مَنْ يَضْمَنْ لِي مَا بَيْنَ لَحْيَيْهِ وَمَا بَيْنَ رِجْلَيْهِ أَضْمَنْ لَهُ الْجَنَّةَ
“Barang siapa yang menjamin (menjaga) bagiku apa yang ada di antara kedua rahangnya (lisannya) dan apa yang ada di antara kedua kakinya (kemaluannya), maka aku menjamin baginya surga.” (HR. Al-Bukhārī no. 6474)
At-Tirmidzī juga meriwayatkan dan menilai hadis ini sebagai hasan dari Abū Hurairah radhiyallāhu ‘anhu dengan lafaz:
مَنْ وَقَاهُ اللَّهُ شَرَّ مَا بَيْنَ لَحْيَيْهِ وَشَرَّ مَا بَيْنَ رِجْلَيْهِ دَخَلَ الْجَنَّةَ
“Barang siapa yang Allah lindungi dari keburukan yang ada di antara kedua rahangnya dan keburukan yang ada di antara kedua kakinya, maka ia akan masuk surga.” (HR. At-Tirmiżī no. 2409)
Dalam riwayat Al-Bukhārī dan Muslim, Rasulullah ﷺ bersabda:
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ
“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata yang baik atau diam.” (HR. Al-Bukhārī no. 6135, Muslim no. 47)
Dalam riwayat lain, Abū Mūsā Al-Asy‘arī raḍiya Allāhu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah ﷺ ditanya, “Wahai Rasulullah, Islam manakah yang paling utama?”
Beliau menjawab:
مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ
“(Yaitu) seorang Muslim yang kaum Muslimin selamat dari (gangguan) lisan dan tangannya.” (HR. Al-Bukhārī no. 11, Muslim no. 42)
Dalil-dalil yang telah disebutkan dan yang semakna dengannya menunjukkan bahwa seorang hamba wajib menjaga lisannya, kemaluannya, pendengarannya, penglihatannya, tangannya, dan kakinya dari perkara yang diharamkan. Menahan diri dari perkara yang haram ini merupakan bentuk puasa dalam makna bahasa. Namun, puasa ini tidak terbatas pada waktu tertentu saja, melainkan harus dijalankan secara terus-menerus hingga ajal menjemput. Hal ini merupakan bentuk ketaatan kepada Allah yang akan mengantarkan seorang hamba meraih keridaan dan pahala-Nya, serta menyelamatkannya dari kemurkaan dan azab-Nya.
Sebagaimana seorang Muslim memahami bahwa dalam bulan Ramadan ia harus menahan diri dari perkara yang halal karena Allah mengharamkannya saat berpuasa, hendaknya ia juga memahami bahwa Allah telah mengharamkan perkara-perkara tertentu sepanjang hidupnya. Maka, ia harus selalu menahan diri dari perkara yang diharamkan tersebut demi menghindari azab Allah yang diperuntukkan bagi orang-orang yang menentang perintah-Nya dan melakukan apa yang dilarang-Nya.
Balasan bagi Orang yang Menjaga Anggota Tubuhnya dari Perkara yang Diharamkan
Barang siapa yang menjaga lisannya dari ucapan keji dan perkataan dusta, menjaga kemaluannya dari perkara yang diharamkan Allah, menahan tangannya dari mengambil sesuatu yang tidak halal baginya, membatasi langkah kakinya hanya untuk menuju perkara yang diridai-Nya, menutup pendengarannya dari suara yang haram untuk didengar, serta menundukkan pandangannya dari hal-hal yang dilarang Allah, dan ia senantiasa menggunakan anggota tubuhnya dalam ketaatan kepada Allah, maka Allah akan membalasnya dengan kenikmatan yang abadi serta karunia yang tidak terbayangkan oleh akal dan tidak dapat dijelaskan dengan kata-kata.
Salah satu nikmat pertama yang akan ia peroleh adalah sebagaimana yang dijelaskan oleh Rasulullah ﷺ mengenai keadaan seorang mukmin saat berpindah dari dunia ke akhirat. Saat ajalnya tiba, ia akan didatangi oleh malaikat dengan wajah yang bersinar seperti matahari, membawa kain kafan dari surga dan wewangian dari surga. Di hadapan mereka terdapat Malaikat Maut yang berkata:
“Wahai jiwa yang baik, keluarlah menuju ampunan dan keridaan dari Allah.”
Maka, ruhnya keluar dengan mudah, seperti setetes air yang mengalir dari mulut tempat air. Setelah ruhnya diambil, para malaikat segera membawanya tanpa menunggu sekejap mata pun. Mereka membungkusnya dengan kafan dari surga dan memakaikan padanya wewangian dari surga. Dari ruh tersebut keluar aroma yang lebih wangi daripada bau misik terbaik yang pernah ditemukan di muka bumi.
Lalu, para malaikat membawanya naik ke langit. Setiap kali mereka melewati sekelompok malaikat, para malaikat bertanya, “Ruh siapakah ini yang begitu baik?” Maka, mereka menjawab, “Ini adalah ruh Fulan bin Fulan,” dengan menyebut namanya yang paling baik yang biasa dipanggil di dunia. Mereka terus membawanya hingga mencapai langit dunia, lalu mereka meminta izin untuk membukakan pintu langit, dan pintu itu pun dibukakan. Setiap tingkatan langit menyambutnya dan mengiringinya hingga mencapai langit ketujuh.
Kemudian Allah berfirman:
“Tulislah kitab hamba-Ku di dalam ‘Illiyyīn dan kembalikan ia ke bumi, karena dari bumi Aku menciptakan mereka, kepadanya Aku akan mengembalikan mereka, dan darinya Aku akan membangkitkan mereka sekali lagi.”
Lalu, ruhnya dikembalikan ke jasadnya, dan datanglah dua malaikat yang mendudukkannya, kemudian bertanya:
“Siapa Rabbmu?”
Ia menjawab: “Rabbku adalah Allah.”
Mereka bertanya lagi:
“Apa agamamu?”
Ia menjawab: “Agamaku adalah Islam.”
Mereka bertanya lagi:
“Siapa orang yang diutus di tengah kalian?”
Ia menjawab: “Dia adalah Rasulullah ﷺ.”
Mereka bertanya lagi:
“Apa ilmumu tentangnya?”
Ia menjawab: “Aku membaca Kitab Allah, maka aku beriman kepadanya dan membenarkannya.”
Lalu terdengarlah suara dari langit yang menyeru:
“Benarlah hamba-Ku! Maka bentangkanlah baginya hamparan dari surga, pakaikanlah padanya pakaian dari surga, dan bukakanlah baginya pintu menuju surga!”
Kemudian, datanglah kepadanya aroma dan keharuman surga, serta dilapangkan baginya kuburnya sejauh mata memandang.
Kemudian datanglah seseorang dengan wajah yang tampan, pakaian yang indah, dan aroma yang harum, lalu berkata kepadanya:
“Bergembiralah dengan apa yang menyenangkanmu. Ini adalah harimu yang telah dijanjikan kepadamu.”
Maka ia bertanya:
“Siapa engkau? Wajahmu adalah wajah yang membawa kebaikan.”
Orang itu menjawab:
“Aku adalah amal salihmu.”
Kemudian ia berkata:
“Wahai Rabbku, segerakanlah datangnya kiamat, agar aku bisa kembali kepada keluargaku dan hartaku.” (HR. Ahmad, no. 18534)
Inilah balasan bagi orang-orang yang berpuasa dari perkara yang diharamkan Allah, senantiasa taat kepada-Nya, menjaga perintah-perintah-Nya, serta menjauhi larangan-larangan-Nya. Semoga Allah menjadikan kita termasuk golongan mereka dan menuntun kita di atas jalan mereka.
Penulis: Syaikh Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin bin Hamad Al-Badr
Sumber: “Maqālāt Ramaḍāniyyah” https://www.al-badr.net/muqolat/2508 (Diakses pada 08 Sya’ban 1446 H/ 07 Februari 2025)
Dialihbahasakan dengan sedikit penyesuaian oleh: Hafizh Abdul Rohman, Lc