ISTIKHARAH: PINTU MENUJU SAFAR
Wahai saudaraku yang hatinya masih diliputi keraguan, kadang ingin melangkah maju, namun ragu lalu mundur kembali. Saat keputusan tampak membingungkan, dan segala urusan terasa kacau, engkau mungkin berniat meninggalkan kampung halaman dan orang-orang tercinta—entah untuk mengejar harapan yang diidamkan, atau justru melarikan diri dari ketakutan yang membayang.
Tidakkah kau beristikhārah kepada Rabbmu, wahai saudaraku? Memohon kepada-Nya untuk membimbingmu kepada pilihan terbaik dan jalan yang paling bijak?
Wahai Muslim yang mulia, Rasulullah ﷺ telah mengajarkan kepada kita sebuah doa istimewa, yang patut kita panjatkan saat menghadapi kebingungan, ketika wajah berbagai pilihan tampak gelap dan jalan menuju keberhasilan terasa suram.
Tidakkah engkau beristikhārah kepada Rabbmu, wahai saudaraku? Memohon dengan sepenuh hati agar Dia membimbingmu menuju pilihan terbaik dan mengarahkanmu pada jalan yang paling bijak?
Wahai Muslim yang mulia, Rasulullah ﷺ telah mengajarkan kepada kita sebuah doa yang istimewa—sebuah permohonan yang sebaiknya kita panjatkan saat hati diliputi keraguan, ketika pilihan tampak samar, dan jalan menuju keberhasilan terasa tertutup oleh kabut kebingungan.
Dari Jābir bin ‘Abdullāh raḍiyallāhu ‘anhumā, ia berkata: Rasulullah ﷺ mengajarkan kepada kami istikhārah dalam segala urusan sebagaimana beliau mengajarkan kami sebuah surat dari Al-Qur’an. Beliau bersabda:
“Jika salah seorang di antara kalian berkeinginan untuk melakukan suatu perkara, hendaklah ia shalat dua rakaat yang bukan shalat fardhu, kemudian berdoa:
اللَّهُمَّ إنِّي أسْتَخِيرُكَ بعِلْمِكَ، وأَسْتَقْدِرُكَ بقُدْرَتِكَ، وأَسْأَلُكَ مِن فَضْلِكَ العَظِيمِ؛ فإنَّكَ تَقْدِرُ ولَا أقْدِرُ، وتَعْلَمُ ولَا أعْلَمُ، وأَنْتَ عَلَّامُ الغُيُوبِ، اللَّهُمَّ إنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا الأَمْرَ خَيْرٌ لي في دِينِي وَمَعَاشِي وعَاقِبَةِ أمْرِي – أوْ قالَ: عَاجِلِ أمْرِي وآجِلِهِ – فَاقْدُرْهُ لي ويَسِّرْهُ لِي، ثُمَّ بَارِكْ لي فِيهِ، وإنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أنَّ هذا الأمْرَ شَرٌّ لي في دِينِي وَمَعَاشِي وعَاقِبَةِ أمْرِي – أوْ قالَ: في عَاجِلِ أمْرِي وآجِلِهِ – فَاصْرِفْهُ عَنِّي واصْرِفْنِي عنْه، واقْدُرْ لي الخَيْرَ حَيْثُ كَانَ، ثُمَّ أرْضِنِي.
Allāhumma innī astakhīruka biʿilmika, wa astaqdiruka biqudratika, wa as’aluka min faḍlika al-ʿaẓīm, fa-innaka taqdiru wa lā aqdiru, wa taʿlamu wa lā aʿlamu wa anta ʿallāmul-ghuyūb. Allāhumma in kunta taʿlamu anna hādzal-amra khayrun lī fī dīnī wa maʿāsyī wa ʿāqibati amrī – atau beliau berkata: ‘fī ʿājili amrī wa ājilihi’– fa-qdurhu lī wa yassirhu lī tsumma bārik lī fīh. Wa in kunta taʿlamu anna hādzal-amra syarrun lī fī dīnī wa maʿāsyī wa ʿāqibati amrī – atau beliau berkata: ‘fī ʿājili amrī wa ājilihi’ – faṣrifhu ʿannī waṣrifnī ʿanhu, waqdur lī al-khayra ḥaytsu kāna tsumma arḍinī bih.
Artinya: Ya Allah, sesungguhnya aku memohon petunjuk kepada-Mu dengan ilmu-Mu, aku memohon kekuatan kepada-Mu dengan kekuasaan-Mu, dan aku memohon kepada-Mu sebagian dari karunia-Mu yang agung, karena Engkau Mahakuasa sedangkan aku tidak kuasa, dan Engkau Maha Mengetahui sedangkan aku tidak mengetahui, dan Engkau adalah Dzat Yang Maha Mengetahui segala yang gaib. Ya Allah, jika Engkau mengetahui bahwa urusan ini baik bagiku dalam urusan agamaku, kehidupanku, dan akhir dari urusanku – atau beliau mengatakan: ‘untuk urusan yang segera maupun yang tertunda’ – maka takdirkanlah ia untukku, mudahkanlah ia bagiku, lalu berkahilah aku di dalamnya. Dan jika Engkau mengetahui bahwa urusan ini buruk bagiku dalam urusan agamaku, kehidupanku, dan akhir dari urusanku – atau beliau mengatakan: ‘untuk urusan yang segera maupun yang tertunda’ – maka jauhkanlah ia dariku dan jauhkanlah aku darinya, dan takdirkanlah kebaikan bagiku di mana pun itu berada, kemudian ridhakanlah aku dengan hal itu).”
Beliau bersabda, “Dan hendaklah ia menyebutkan apa yang menjadi kebutuhannya.” (HR. al-Bukhārī)
Ibnu Abī Jamrah berkata:
“Hikmah mendahulukan shalat sebelum berdoa dalam istikhārah adalah karena tujuan istikhārah adalah untuk menggabungkan dua kebaikan, yakni kebaikan dunia dan akhirat. Oleh sebab itu, diperlukan mengetuk pintu Sang Raja (Allah). Tidak ada cara yang lebih berhasil untuk itu selain shalat, karena di dalamnya terdapat pengagungan kepada Allah, pujian kepada-Nya, serta pengakuan atas ketergantungan kita kepada-Nya dalam segala keadaan, baik di dunia maupun di akhirat.”[1]
Wahai saudaraku seiman, jadikanlah istikhārah kepada Allah Ta‘ālā sebagai pedoman utama dalam setiap tindakanmu. Dengan demikian, besar kemungkinan engkau akan meraih kesuksesan dan keberuntungan. Bukankah telah dikatakan, “Tidak akan kecewa orang yang meminta saran, dan tidak akan menyesal orang yang beristikhārah”?
Lalu, bagaimana mungkin seseorang yang memohon petunjuk dari Allah—Dzat yang Maha Mengetahui segala yang tersembunyi dan nyata, yang mengetahui mudarat dan manfaat bagimu—akan gagal dalam urusannya? Sungguh mustahil, bukan?
Footnote :
[1] Fatḥul-Bārī, (11/222)
Sumber : https://shamela.ws/book/36389
Dialihbahasakan dengan sedikit penyesuaian oleh: Hafizh Abdul Rohman, Lc
Artikel ini adalah artikel berseri, pembahasan selanjutnya silahkan baca di sini