Menjaga Kebersamaan Dan Akhlak Mulia Dalam Safar

Menjaga kebersamaan

MENJAGA KEBERSAMAAN DAN AKHLAK MULIA DALAM SAFAR

Wahai saudaraku Muslim, sesungguhnya perjalanan safar adalah momen di mana karakter seseorang benar-benar diuji. Di perjalanan, sifat-sifat mulia dan keutamaan seseorang akan terlihat jelas. Orang yang mulia akan menunjukkan keluhuran budi pekertinya dengan kebaikan dalam berteman dan kelembutan terhadap sesama, terutama kepada mereka yang bersamanya di jalan..

Diriwayatkan dari Abū Sa‘īd al-Khudrī raḍiyallāhu ‘anhu, ia berkata: “Ketika kami dalam perjalanan bersama Nabi ﷺ, datanglah seorang lelaki menaiki tunggangannya. Lelaki itu mulai melihat ke kanan dan ke kiri. Maka Rasulullah ﷺ bersabda:

“Siapa yang memiliki kelebihan tunggangan, hendaklah ia memberikan kepada orang yang tidak memiliki tunggangan. Dan siapa yang memiliki kelebihan bekal, hendaklah ia memberikan kepada orang yang tidak memiliki bekal.”

Abū Sa‘īd berkata: “Beliau menyebutkan berbagai jenis harta hingga kami merasa tidak ada seorang pun di antara kami yang berhak menyimpan sesuatu yang berlebih.” (HR. Muslim).

Begitu pula, lihatlah wahai saudaraku, bagaimana Jābir bin ‘Abdullāh raḍiyallāhu ‘anhumā menggambarkan akhlak mulia Rasulullah ﷺ dalam safar. Ia berkata: “Rasulullah ﷺ biasa tertinggal di belakang dalam perjalanan untuk membantu mereka yang lemah, menunggangkan mereka di belakangnya, dan mendoakan mereka.”[1]

Wahai saudaraku, dalam perjalanan, terkadang engkau akan bertemu dengan sahabat-sahabat seperjalanan yang membutuhkan bantuan dan kebaikanmu. Saat itu, siapakah dirimu? Apakah engkau orang yang acuh atau yang ringan tangan dalam membantu?

Lihatlah bagaimana Imam al-Bukhārī raḥimahullāh dalam kitabnya aī al-Bukhārī memberikan bab khusus berjudul: Keutamaan Membantu Membawa Barang Milik Teman dalam Perjalanan.[2] Di dalamnya, beliau mencantumkan sabda Rasulullah ﷺ:

كُلُّ سُلَامَى عَلَيْهِ صَدَقَةٌ كُلَّ يَوْمٍ، يُعِينُ الرَّجُلَ فِي دَابَّتِهِ يُحَامِلُهُ عَلَيْهَا، أَوْ يَرْفَعُ عَلَيْهَا مَتَاعَهُ صَدَقَةٌ، وَالْكَلِمَةُ الطَّيِّبَةُ، وَكُلُّ خُطْوَةٍ يَمْشِيهَا إِلَى الصَّلَاةِ صَدَقَةٌ، وَدَلُّ الطَّرِيقِ صَدَقَةٌ.

“Setiap ruas tubuh manusia memiliki hak untuk disedekahi setiap harinya. Membantu seseorang menaiki kendaraannya atau mengangkatkan barangnya ke atas kendaraan adalah sedekah. Ucapan yang baik juga merupakan sedekah. Setiap langkah menuju salat adalah sedekah. Menunjukkan arah bagi orang yang tersesat pun sedekah.” (HR. al-Bukhārī).

Imam Ibn Baṭṭāl raḥimahullāh menjelaskan: “Jika seseorang mendapat pahala karena membantu orang lain menaiki kendaraannya, maka membantu dengan kendaraannya sendiri demi mengharap pahala tentu lebih besar pahalanya.”[3]

Maka, saudaraku, berusahalah untuk selalu berbuat baik dan mengumpulkan pahala sepanjang perjalanan safarmu. Semoga Allah Ta‘ālā melindungimu dari segala marabahaya dan kesulitan. Rasulullah ﷺ bersabda:

وَاللهُ فِي عَوْنِ العَبْدِ مَا كَانَ العَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيهِ.

“Allah senantiasa menolong seorang hamba selama hamba tersebut menolong saudaranya.” (HR. Muslim).

MENETAP DI SATU TEMPAT SAAT BERHENTI DALAM PERJALANAN

Wahai saudaraku Muslim, di antara adab perjalanan yang diajarkan oleh Nabi ﷺ adalah beliau tidak menyukai jika para sahabatnya raḍiyallāhu ‘anhum berpencar ketika berhenti di suatu tempat dalam perjalanan.

Hal ini diceritakan oleh Abū Tsa‘labah al-Khusyanī raḍiyallāhu ‘anhu, ia berkata: Dahulu, apabila Rasulullah ﷺ berhenti di suatu tempat dalam perjalanan, para sahabat beliau menyebar ke berbagai lembah dan celah-celah bukit. Maka Rasulullah ﷺ bersabda:

إِنَّ تَفَرُّقَكُمْ فِي هَذِهِ الشِّعَابِ وَالأَوْدِيَةِ إِنَّمَا ذَلِكُمْ مِنَ الشَّيْطَانِ

“Sesungguhnya berpencarnya kalian di lembah-lembah dan celah-celah bukit ini adalah perbuatan setan.”

Sejak saat itu, para sahabat tidak lagi berpisah ketika berhenti di suatu tempat, bahkan mereka saling mendekat hingga dikatakan bahwa seandainya selembar kain dibentangkan di atas mereka, maka kain itu akan menaungi mereka semua.[4]

Wahai saudaraku Muslim, betapa besar makna yang terkandung dalam adab ini. Andaikan manusia mau mengamalkannya, tentu mereka akan mendapatkan manfaat yang sangat banyak. Tidakkah engkau melihat, betapa sering terjadi musibah menimpa para musafir yang berhenti di suatu tempat lalu berpencar? Akibatnya, mereka justru mengalami berbagai kesulitan dan bahaya.

ADAB BERISTIRAHAT DI PERJALANAN

Wahai saudaraku, Berikut adalah adab lain yang kami persembahkan kepadamu, diambil dari pohon kenabian yang penuh dengan buah-buah hikmah yang ranum. Adab ini diajarkan langsung oleh Nabi ﷺ kepada para sahabatnya yang mulia. Beliau bersabda:

إِذَا سَافَرْتُمْ فِي الْخِصْبِ فَأَعْطُوا الْإِبِلَ حَظَّهَا مِنَ الْأَرْضِ، وَإِذَا سَافَرْتُمْ فِي السَّنَةِ فَأَسْرِعُوا عَلَيْهَا السَّيْرَ، وَإِذَا عَرَّسْتُمْ بِاللَّيْلِ فَاجْتَنِبُوا الطَّرِيقَ فَإِنَّهَا مَأْوَى الْهَوَامِّ بِاللَّيْلِ.

“Jika kalian bepergian di tempat yang subur, maka berilah unta kalian bagian dari tanah (untuk makan). Jika kalian bepergian di musim kemarau, percepatlah perjalanan agar hewan kalian tidak kelelahan. Dan jika kalian hendak beristirahat di malam hari, maka jauhilah jalan (utama), karena itu adalah jalur yang biasa dilalui hewan-hewan berbisa dan binatang buas di malam hari.” (HR. Muslim)

Imam an-Nawawi menjelaskan, “Hadis ini berisi petunjuk tentang adab dalam perjalanan dan tempat beristirahat. Rasulullah ﷺ mengarahkan para sahabat agar tidak bermalam di jalanan, karena hewan-hewan berbisa dan binatang buas biasanya berkeliaran di malam hari di jalur-jalur tersebut. Selain itu, mereka juga mencari sisa makanan atau bangkai yang mungkin ada di jalan. Maka, jika seseorang beristirahat di jalur tersebut, ia berisiko diganggu atau diserang oleh hewan-hewan tersebut. Oleh karena itu, hendaknya ia menjauh dari jalan.”[5]

Wahai Muslim yang mulia, Ada sebuah pelajaran penting yang perlu kita perhatikan dari hadis ini. Di zaman kita sekarang, di mana alat transportasi telah berubah menjadi kendaraan modern seperti mobil atau bahkan pesawat terbang, bagaimana kita menerapkan adab ini sesuai konteks zaman?

Ketahuilah, wahai saudaraku, bahwa kendaraan modern memerlukan perawatan dan perhatian yang tepat. Jika tidak, kerusakan dapat terjadi, yang sering kali berujung pada berbagai bahaya. Realitas ini sering kita saksikan di sekitar kita: berapa banyak kecelakaan terjadi akibat kelalaian!

Misalnya, seseorang yang mengendarai mobilnya di jalan tol tetapi tidak memberikan tubuhnya hak untuk beristirahat. Akibatnya, rasa lelah dan letih menyerang, diikuti kantuk, lalu tertidur, hingga akhirnya bencana pun terjadi.

Betapa banyak hikmah dan kebaikan yang terkandung dalam adab-adab ini jika kita memahami dan mengamalkannya. Aku memohon kepada Allah agar menjaga aku dan kamu dari segala keburukan.

Footnote:

[1] HR. Abū Dāwūd dan al-Ḥākim, dinyatakan ṣaḥīḥ oleh Abū Dāwūd, no. 2639.

[2] Kitāb al-Jihād, bāb ke-72.

[3] Fatḥ al-Bārī, (6/106).

[4] HR. Abū Dāwūd, Aḥmad, dan an-Nasā’ī, Ṣaḥīḥ Abū Dāwūd, no. 2628.

[5] Syarḥ Ṣaḥīḥ Muslim (7/78-79).

Sumber : https://shamela.ws/book/36389

Dialihbahasakan dengan sedikit penyesuaian oleh: Hafizh Abdul Rohman, Lc

Artikel ini adalah artikel berseri, pembahasan selanjutnya bisa baca di sini

Related posts

Tinggalkan Balasan di sini