Hukum Mencukur Jenggot Bagi Pria Muslim

hukum mencukur jenggot

 

Apa hukum mencukur jenggot bagi pria muslim?

Pertanyaan:

Apa hukum mencukur jenggot bagi pria muslim? Apakah termasuk dosa besar?

Jawaban:

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah , keluarganya, dan para sahabatnya.

Mencukur jenggot adalah haram, karena terdapat hadits-hadits shahih yang jelas mengenai hal ini serta adanya larangan untuk menyerupai orang kafir. Di antaranya, hadits dari Ibnu Umar radhiyallahu anhuma bahwa Rasulullah bersabda:

خَالِفُوا الْمُشْرِكِينَ، أَحْفُوا الشَّوَارِبَ، وَأَعْفُوا اللِّحَى

“Berbedalah dengan orang musyrik, cukurlah kumis, dan biarkanlah jenggot.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Ada banyak hadits lain yang bermakna serupa. “Membiarkan jenggot” artinya membiarkannya tumbuh tanpa dipotong, dan membiarkannya tetap penuh tanpa mengurangi sedikitpun.

Ibnu Hazm menukil adanya ijma’ (kesepakatan ulama) bahwa memotong kumis dan membiarkan jenggot adalah wajib, dan dia mendasarinya dengan sejumlah hadits. Di antaranya, hadits dari Ibnu Umar radhiyallahu anhuma di atas, serta hadits dari Zaid bin Arqam bahwa Nabi bersabda:

مَنْ لَمْ يَأْخُذْ مِنْ شَارِبِهِ، فَلَيْسَ مِنَّا

“Barangsiapa yang tidak memotong kumisnya, maka dia bukan bagian dari kami.” (HR. Tirmidzi, dinyatakan shahih oleh Tirmidzi)

Dalam kitab al-Furu’, disebutkan bahwa kata-kata ini menurut mazhab Hanbali menunjukkan keharaman. Ibnu Taimiyah dalam Syarh al-‘Umdah berkata, “Adapun mencukur jenggot, itu seperti menggundul kepala perempuan, bahkan lebih parah, karena hal itu termasuk perusakan tubuh yang dilarang, dan hukumnya haram.”

Ibnu Taimiyah juga berkata dalam al-Fatawa al-Kubra, “Mencukur jenggot adalah haram, dan khitan adalah wajib.”

Dalam Syarh Khalil, al-Hathab al-Maliki menyatakan, “Mencukur habis jenggot tidak diperbolehkan, demikian pula mencukur habis kumis, karena hal itu termasuk perusakan tubuh dan bid’ah. Seseorang yang mencukur jenggot atau memangkas habis kumisnya harus dihukum, kecuali jika dia hendak ihram dalam haji dan khawatir kumisnya terlalu panjang.”

Ibnu Abidin dalam Radd al-Muhtar menegaskan bahwa membiarkan jenggot artinya membiarkannya tumbuh tanpa memotong mayoritasnya, seperti yang dilakukan oleh Majusi dari orang-orang Persia yang mencukur jenggot mereka. Dalil untuk hal ini terdapat dalam riwayat Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, di mana Rasulullah bersabda:

جُزُّوا الشَّوَارِبَ وَأَعْفُوا اللِّحَى، خَالِفُوا الْمَجُوسَ

“Potonglah kumis dan biarkanlah jenggot, berbedalah dengan Majusi.” (HR. Muslim)

Imam Ibnu Abdil Barr berkata, “Hukum mencukur jenggot adalah haram, dan tidak ada yang melakukannya kecuali laki-laki yang menyerupai perempuan.” Rasulullah sendiri memiliki jenggot yang tebal, sebagaimana diriwayatkan oleh Muslim dari Jabir.

Al-Qur’an, hadits, dan ijma’ sepakat mengenai perintah untuk menyelisihi orang kafir dan larangan menyerupai mereka, karena penyerupaan dalam penampilan dapat menyebabkan penyerupaan dalam akhlak, perbuatan yang terlarang, dan bahkan dalam keyakinan. Penyerupaan ini menimbulkan kecintaan dan loyalitas dalam hati, sebagaimana cinta dalam hati menimbulkan penyerupaan dalam penampilan. Dalam riwayat Tirmidzi, Rasulullah bersabda:

لَيْسَ مِنَّا مَنْ تَشَبَّهَ بِغَيْرِنَا، لَا تَشَبَّهُوا بِالْيَهُودِ وَلَا بِالنَّصَارَى

“Bukan termasuk golongan kami orang yang menyerupai selain kami. Jangan menyerupai Yahudi dan Nasrani.” (HR. Tirmidzi)

Dalam lafadz lain, Rasulullah bersabda:

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.” (HR. Ahmad)

Umar bin Khattab radhiyallahu anhu menolak kesaksian seseorang yang mencabut jenggotnya.

Mencukur jenggot tidak termasuk dosa besar, kecuali jika dilakukan secara terus-menerus, karena Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma berkata, “Tidak ada dosa kecil jika dilakukan terus-menerus.” Artinya, dosa kecil yang terus diulang-ulang dapat beralih menjadi dosa besar.

Yang wajib dilakukan adalah bertaubat dan berhenti dari semua dosa, baik yang kecil maupun yang besar. Sebagaimana yang dikatakan, “Jangan melihat kecilnya dosa, tetapi lihatlah betapa besar Zat yang engkau durhakai.”

Wallahu a’lam.

Dialihbahbahasakan oleh:
Hafizh Abdul Rohman, Lc

Silakan merujuk kepada sumber aslinya:
https://www.islamweb.net/ar/fatwa/2711/حلقاللحيةمحرمعلىالصحيحمنمذاهبالعلماء

 

Related posts

Silakan tulis komentar di sini dengan sopan

Tuliskan nama