Menghindari Rasa Ujub dan Tertipu oleh Diri Sendiri

menghindari rasa ujub

Menghindari Rasa Ujub dan Tertipu oleh Diri Sendiri

Sebagaimana firman Allah Ta‘ālā:

﴾ فَلَا تُزَكُّوا أَنفُسَكُمْ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنِ ٱتَّقَىٰ ﴿

“Maka janganlah kamu menganggap dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui siapa yang bertakwa” (QS. An-Najm: 32).

Allah ‘Azza wa Jalla melarang seseorang memuji dirinya sendiri dengan mengklaim kesucian dan kebaikannya, karena ketakwaan itu berada di dalam hati, dan hanya Allah ‘Azza wa Jalla yang mengetahui siapa yang benar-benar bertakwa. Selain itu, memuji diri sendiri dapat menumbuhkan rasa ujub dalam hati serta menjadi pemicu munculnya riya, yang pada akhirnya dapat menggugurkan amal perbuatan.

Seorang mukmin, betapapun ia bersungguh-sungguh dalam melakukan amal saleh dan menjauhi larangan-larangan, tetap tidak akan pernah luput dari kekurangan dan kezaliman terhadap dirinya sendiri. Jika Abu Bakar radhiyallāhu ‘anhu -orang yang paling terpercaya dalam umat ini dan manusia terbaik setelah para nabi- memohon kepada Nabi ﷺ agar diajarkan doa yang dapat ia panjatkan dalam salatnya, maka Nabi ﷺ mengajarkan kepadanya untuk berdoa:

اللَّهُمَّ إِنِّي ظَلَمْتُ نَفْسِي ظُلْمًا كَثِيرًا، وَلَا يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا أَنْتَ، فَاغْفِرْ لِي مَغْفِرَةً مِنْ عِنْدِكَ، وَارْحَمْنِي إِنَّكَ أَنْتَ الغَفُورُ الرَّحِيمُ

“Ya Allah, sesungguhnya aku telah menzalimi diriku dengan kezaliman yang banyak, dan tidak ada yang dapat mengampuni dosa kecuali Engkau. Maka ampunilah aku dengan ampunan dari sisi-Mu, dan rahmatilah aku. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”1

Jika Abu Bakar saja demikian, maka bagaimana dengan orang-orang selain beliau?

Ketika Ummul Mukminin Aisyah radhiyallāhu ‘anhā bertanya kepada Nabi ﷺ tentang firman Allah Ta‘ālā:

﴾ وَٱلَّذِينَ يُؤْتُونَ مَآ ءَاتَوا وَّقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ ﴿

“Dan orang-orang yang memberikan (sedekah) dengan hati yang takut” (QS. Al-Mu’minun: 60)

Ia bertanya, “Apakah mereka adalah orang-orang yang meminum khamar dan mencuri?” Maka Nabi ﷺ menjawab:

لَا يَا بِنْتَ الصِّدِّيقِ، وَلٰكِنَّهُمُ الَّذِينَ يَصُومُونَ وَيُصَلُّونَ وَيَتَصَدَّقُونَ، وَهُمْ يَخَافُونَ أَنْ لَا يُقْبَلَ مِنْهُمْ

“Tidak, wahai putri Ash-Shiddiq, tetapi mereka adalah orang-orang yang berpuasa, salat, dan bersedekah, sementara mereka takut jika amalan mereka tidak diterima.”2

Abdullah bin Abi Mulaikah rahimahullāh berkata:

أَدْرَكْتُ ثَلَاثِينَ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُلُّهُمْ يَخَافُ النِّفَاقَ عَلَىٰ نَفْسِهِ

“Aku telah menjumpai tiga puluh sahabat Nabi ﷺ, dan mereka semua khawatir akan kemunafikan dalam diri mereka.”3

Al-Hasan Al-Bashri rahimahullāh berkata:

الْمُؤْمِنُ جَمَعَ إِحْسَانًا وَشَفَقَةً، وَالْمُنَافِقُ جَمَعَ إِسَاءَةً وَأَمْنًا

“Seorang mukmin menghimpun antara ihsan dan rasa takut, sedangkan seorang munafik menghimpun antara keburukan dan rasa aman.”

Kemudian ia membacakan firman Allah Ta‘ālā:

﴾ إِنَّ ٱلَّذِينَ هُم مِّنْ خَشْيَةِ رَبِّهِمْ مُّشْفِقُونَ ﴿

Sesungguhnya orang-orang yang karena takut kepada Rabb mereka, mereka merasa khawatir.” (QS. Al-Mu’minun: 57)4

 

Sumber: Syaikh Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin bin Hamad Al-Badr, ‘Asyru Qawā‘ida fī Tazkiyati an-Nafs, https://www.al-badr.net/ebook/183, Diakses pada 02 Ramadhan 1446 H/ 02 Maret 2025)

Dialihbahasakan oleh: Hafizh Abdul Rohman, Lc

Footnote:

1 HR. Al-Bukhari no. 834, Muslim no. 2705

2 HR. At-Tirmidzi dalam Al-Jāmi‘, no. 3175, dinilai sahih oleh Al-Albani dalam Shahih Al-Jāmi‘, no. 162

3 HR. Al-Bukhari dalam Shahih-nya, disebutkan secara mu‘allaq sebelum hadis no. 48

4 Diriwayatkan oleh ath-Thabari dalam Tafsirnya (17/68)

Ini adalah artikel berseri, untuk artikel selanjutnya jika sudah diposting bisa buka di link ini

Related posts

Tinggalkan Balasan di sini