Apakah Ibnu Ḥazm Membolehkan Nyanyian?
Ibnu Ḥazm raḥimahullāh dikenal luas sebagai ulama yang membolehkan nyanyian, sebagaimana disebutkan dalam kitabnya, al-Muḥallā. Namun, ada hal penting yang perlu diperhatikan: saat orang mendengar bahwa Ibnu Ḥazm atau ulama lainnya membolehkan nyanyian, banyak yang langsung mengaitkannya dengan bentuk nyanyian yang ada pada zaman ini, seperti yang disiarkan di televisi, radio, di panggung-panggung, atau di hotel-hotel.
Ini adalah kesalahpahaman besar. Jenis nyanyian seperti itu jelas tidak dibenarkan oleh seorang Muslim, apalagi oleh seorang ulama besar seperti Imam Ibnu Ḥazm. Para ulama sepakat bahwa segala bentuk nyanyian yang mengandung unsur tidak senonoh, kemaksiatan, atau yang mendorong kepada dosa adalah haram.
Dan kita semua tahu bagaimana keadaan nyanyian di masa kini serta segala kemungkaran yang ada di dalamnya, seperti pamer aurat, percampuran bebas yang tidak terkendali, serta ajakan terang-terangan menuju zina, kerusakan moral, dan minum minuman keras.
Para penyanyi tampil hampir atau bahkan sepenuhnya terbuka di depan mata yang tak tahu malu dan hati yang sakit, melantunkan lirik tentang cinta dan romantika. Semua orang, pria maupun wanita, ikut bergoyang dan larut dalam kemaksiatan yang mendatangkan murka Allah.
Oleh karena itu, kami katakan: bagi siapa saja yang menyebarkan pendapat bahwa Ibnu Ḥazm membolehkan nyanyian, hendaknya ia memahami konsekuensi dari ucapannya jika disampaikan tanpa batasan dan syarat yang jelas.
Hendaklah ia bertakwa kepada Allah dan mempertimbangkan kemana pernyataannya akan berujung! Serta, hendaklah ia menyadari realitas yang ada di sekitarnya.
Ketahuilah bahwa meskipun Ibnu Ḥazm atau ulama lainnya membolehkan sesuatu yang sebenarnya sudah terdapat dalil tegas dari Nabi ﷺ yang melarangnya, pendapat mereka tidak akan bermanfaat di hadapan Allah.
Sulaimān at-Taimī raḥimahullāh mengatakan, “Jika engkau mengikuti semua keringanan dari setiap ulama atau mengambil kesalahan dari setiap ulama, maka seluruh keburukan akan berkumpul padamu.” Allah ﷻ berfirman,
“Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka ambillah; dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah” (QS. Al-Ḥasyr: 7), dan juga berfirman,
“Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan mendapat cobaan atau ditimpa azab yang pedih” (QS. An-Nūr: 63).
Sebagaimana pepatah bijak mengatakan:
“Ilmu sejati adalah firman Allah, sabda Rasul-Nya yang shahih,
dan kesepakatan para ulama; maka berusahalah memahami hal ini.
Hindarilah menciptakan perselisihan secara sembarangan
antara ajaran Rasul dengan pendapat seorang ahli fikih.”
Penerjemah dan Penyesuai Redaksi:
Hafizh Abdul Rohman, Lc.
Rujukan:
Ibnu Rajab as-Salafī, diakses dari http://saaid.org/Minute/m94.htm pada 02 Jumadal Awwal 1446 H/ 04 November 2024 M.