Menghapus Kegundahan dengan Berbuat Baik

Menghapus Kegundahan

Menghapus Kegundahan dengan Berbuat Baik

Pendahuluan

Dalam hidup, kesedihan, kegundahan, dan kecemasan adalah warna yang tak terhindarkan. Setiap hati yang bernyawa pasti pernah merasakannya. Namun, Islam tidak membiarkan jiwa manusia terombang-ambing dalam kegelisahan tanpa arah. Ada jalan keluar, ada obat untuk hati yang resah. Salah satunya adalah dengan berbuat baik kepada sesama. Bukan hanya sebagai wujud ketaatan, tapi juga sebagai cara untuk menenangkan jiwa, menumbuhkan kebahagiaan, dan mengangkat derajat di sisi Allah.

Allah menciptakan hubungan yang erat antara kebaikan dan ketenangan hati, seolah setiap perbuatan baik adalah tangan yang menyingkirkan beban dari dada, melapangkan hati, dan menyejukkan pikiran. Setiap langkah menuju kebaikan adalah langkah menuju kelapangan jiwa. Inilah yang ditegaskan dalam nasihat para ulama yang berakar pada firman Allah dan sabda Rasul-Nya.

Kebaikan yang Menghapus Kegundahan

Salah satu rahasia hidup yang sering terabaikan adalah kekuatan kebaikan dalam mengusir kegundahan dan kesedihan. Berbuat baik kepada sesama -baik melalui ucapan, tindakan, atau apa pun bentuk kebaikan lainnya- adalah jalan yang dapat meringankan beban jiwa. Kebaikan bukan sekadar amal kosong, tapi ia membawa ketenangan yang tulus. Allah menjadikan ihsan (berbuat baik) sebagai sebab terangkatnya kesulitan, bukan hanya bagi pelakunya tetapi juga bagi orang lain yang merasakan manfaatnya.

Yang lebih istimewa, bagi seorang mukmin, kebaikan yang dilakukan dengan ikhlas dan berharap pahala dari Allah memiliki nilai yang lebih besar. Sebab, ketika seorang beriman melakukan kebaikan, hatinya tidak hanya ringan, tapi juga tenang, karena ia yakin akan balasan dari Allah. Inilah yang membuat Allah memudahkan jalan kebaikan baginya dan menghilangkan kesulitan dari dirinya sebagai buah dari niat yang tulus.

Allah Ta‘ālā berfirman:

لَا خَيْرَ فِي كَثِيرٍ مِنْ نَجْوَاهُمْ إِلَّا مَنْ أَمَرَ بِصَدَقَةٍ أَوْ مَعْرُوفٍ أَوْ إِصْلَاحٍ بَيْنَ النَّاسِ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ ابْتِغَاءَ مَرْضَاتِ اللَّهِ فَسَوْفَ نُؤْتِيهِ أَجْرًا عَظِيمًا

Tidak ada kebaikan pada banyak pembicaraan rahasia mereka, kecuali pembicaraan rahasia dari orang yang menyuruh (manusia) bersedekah, atau berbuat makruf, atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Barangsiapa berbuat demikian karena mencari keridaan Allah, niscaya Kami akan memberinya pahala yang besar.” (QS. An-Nisā’: 114)

Inilah kekuatan kebaikan -ia tidak hanya meringankan hidup orang lain, tapi juga menenangkan jiwa pelakunya. Kebaikan yang lahir dari keikhlasan akan selalu mengundang ridha Allah, dan itulah ketenangan sejati.

Allah mengingatkan bahwa setiap perbuatan baik -entah itu dalam bentuk sedekah, nasihat, atau upaya mendamaikan sesama- akan mendatangkan kebaikan, bukan hanya bagi penerimanya, tapi juga bagi pelakunya. Setiap langkah menuju kebaikan akan membuka pintu-pintu keberkahan, menolak keburukan, dan menenangkan jiwa.

Bagi seorang mukmin yang mengharapkan pahala dari Allah, janji-Nya lebih dari sekadar balasan di akhirat. Ia juga akan merasakan ketenangan yang melapangkan hati, mengusir kegundahan, dan menyingkirkan segala bentuk kecemasan. Sebab, kebaikan adalah obat bagi hati yang gelisah, cahaya bagi jiwa yang merana, dan pelipur bagi hati yang dilanda resah.

Penutup

Kebaikan adalah cahaya yang menuntun langkah, penawar bagi hati yang lelah, dan pelipur bagi jiwa yang gundah. Ketika tangan terulur untuk memberi, lidah bergerak untuk menasihati, dan langkah mendamaikan yang berselisih, Allah pun menurunkan ketenangan yang tak bisa dibeli dengan harta, tak bisa diraih dengan kekuasaan. Inilah rahasia kebaikan dalam Islam: bahwa setiap kebaikan yang kita tanam, akan kembali pada diri kita sendiri -menjadi benteng dari kegelisahan, peneduh di tengah panasnya dunia, dan penghibur di saat duka.

Semoga Allah menjadikan kita hamba-hamba yang ringan dalam berbuat baik, tulus dalam memberi, dan sabar dalam menghadapi ujian. Aamiin.

Oleh: Hafizh Abdul Rohman, Lc

Rujukan:

Al-Wasā’il al-Mufīdah li al-ayāh as-Sa‘īdah, Syaikh ‘Abdurramān bin Nāshir as-Sa‘dī raimahullāh

Related posts

Silakan tulis komentar di sini dengan sopan

Tuliskan nama