Setan Orang Mukmin Kurus, Setan Orang Kafir Gemuk
Apa Maknanya?
Pendahuluan
Sejak awal kehidupan manusia, setan tidak pernah berhenti menggoda dan menjerumuskan. Ia hadir di setiap langkah, berusaha melemahkan iman dan menjerat hati. Namun, keadaan setan tidaklah sama. Setan yang menyertai seorang mukmin tampak lemah dan kurus, sedangkan setan yang bersama orang kafir justru kuat dan segar.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ الْمُؤْمِنَ لَيُنْضِي شَيَاطِينَهُ كَمَا يُنْضِي أَحَدُكُمْ بَعِيرَهُ فِي السَّفَرِ
“Sesungguhnya seorang mukmin benar-benar melemahkan setannya, sebagaimana salah seorang di antara kalian melelahkan untanya dalam perjalanan.” (HR. Ahmad no. 8927)
Mengapa demikian? Apa yang membuat setan orang mukmin lemah, sementara setan orang kafir justru kuat? Di sinilah iman dan amal menjadi kuncinya.
Setan dan Perannya dalam Kehidupan Manusia
Sejak Iblis diusir dari surga, ia bersumpah akan menyesatkan anak cucu Adam. Allah abadikan sumpah itu dalam firman-Nya:
قَالَ فَبِمَآ أَغۡوَيۡتَنِي لَأَقۡعُدَنَّ لَهُمۡ صِرَٰطَكَ ٱلۡمُسۡتَقِيمَ ١٦ ثُمَّ لَأٓتِيَنَّهُم مِّنۢ بَيۡنِ أَيۡدِيهِمۡ وَمِنۡ خَلۡفِهِمۡ وَعَنۡ أَيۡمَٰنِهِمۡ وَعَن شَمَآئِلِهِمۡۖ وَلَا تَجِدُ أَكۡثَرَهُمۡ شَٰكِرِينَ ١٧
“Iblis berkata: Karena Engkau telah menyesatkan aku, pasti aku akan menghadang mereka di jalan-Mu yang lurus. Kemudian aku akan mendatangi mereka dari depan, dari belakang, dari kanan, dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka sebagai orang-orang yang bersyukur.” (QS. Al-A‘raf: 16–17)
Iblis, setelah ia putus harapan dari rahmat Allah, mengucapkan sumpah yang kelak menjadi musibah bagi anak cucu Adam. Ia berkata: “Karena Engkau telah menyesatkanku, sungguh aku akan menghadang manusia di jalan-Mu yang lurus.”
Perhatikan, ternyata Iblis juga menanti di tepi jalan kebenaran itu sendiri. Sebab ia tahu, di situlah manusia yang sungguh-sungguh menuju Allah akan lewat. Ia tidak jauh dari masjid, dari majelis ilmu, dari tempat orang beribadah. Di situlah ia berusaha menjerat, agar orang yang hendak menuju Allah tersandung di tengah jalan, atau bahkan berpaling sebelum sampai.
Lalu ia menegaskan lagi: “Aku akan mendatangi mereka dari depan, dari belakang, dari kanan, dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka sebagai orang-orang yang bersyukur.”
Inilah tipu daya besar yang Allah singkapkan. Iblis tahu, syukur adalah inti jalan lurus. Syukur adalah cahaya yang menegakkan hati. Orang yang bersyukur akan makan sambil menyebut nama Allah, tidur sambil berdoa, bangun dengan mengingat nikmat hidup. Syukur membuat jiwa tegak, tidak mudah digoyahkan. Karena itu, ia ingin menghalangi manusia dari syukur, sebab bila syukur hilang, iman pun melemah.
Allah pun memperingatkan:
إِنَّمَا يَدْعُو حِزْبَهُ لِيَكُونُوا مِنْ أَصْحَابِ السَّعِيرِ
“Sesungguhnya setan hanya mengajak golongannya agar menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala.” (QS. Fathir: 6)
Di sinilah kasih sayang Allah tampak. Dia tidak membiarkan kita berjalan tanpa cahaya. Allah membuka isi hati Iblis, memberitahukan dari mana ia datang, celah mana yang ia incar. Ini adalah nikmat besar, sebab dengan mengetahuinya, seorang mukmin bisa menutup pintu-pintu kelemahan.
Maka siapa yang mau menjaga dirinya dengan syukur, dzikir, dan ketaatan, ia akan melihat bahwa tipu daya Iblis sebenarnya lemah. Ia hanya kuat pada orang-orang yang lalai. Tetapi di hadapan hati yang hidup dengan syukur, ia kurus, lemah, dan tidak berdaya.
Hadis tentang Setan Orang Mukmin
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan sebuah gambaran yang begitu hidup tentang keadaan setan orang beriman. Beliau bersabda:
إِنَّ الْمُؤْمِنَ لَيُنْضِي شَيَاطِينَهُ كَمَا يُنْضِي أَحَدُكُمْ بَعِيرَهُ فِي السَّفَرِ
“Sesungguhnya seorang mukmin benar-benar melemahkan setannya, sebagaimana salah seorang di antara kalian melelahkan untanya dalam perjalanan.” (HR. Ahmad no. 8927)
Bayangkan seekor unta yang dibawa dalam perjalanan panjang di padang pasir. Hari demi hari ia dipacu, pelan tapi pasti tubuhnya melemah, tenaganya terkuras, dan langkahnya menjadi berat. Begitulah keadaan setan orang mukmin. Ia tidak lagi perkasa, karena setiap kali ia menggoda, sang mukmin menyambutnya dengan dzikir, doa, istighfar, dan amal saleh.
Ibnul Qayyim rahimahullah menjelaskan hadis ini dengan ungkapan yang sangat indah dalam Bada’i‘ al-Fawaid (2/793). Beliau berkata:
“Hal itu karena setiap kali setan menghadangnya, seorang mukmin menghujaninya dengan cambuk dzikir, doa, istighfar, dan ketaatan. Maka setannya selalu bersamanya dalam keadaan tersiksa berat, berbeda dengan setan orang fajir (pendosa) yang selalu berada dalam kenyamanan. Karena itu, setan orang mukmin menjadi lemah, kurus, dan tertekan, sedangkan setan orang fajir kuat, sombong, dan garang.”
Renungan ini membuka mata kita. Hidup manusia ibarat medan pertempuran yang tak terlihat. Senjata seorang mukmin bukanlah pedang, melainkan lidah yang basah dengan dzikir, hati yang tunduk dengan doa, dan langkah yang teguh dalam ketaatan. Itulah cambuk yang melukai setan, membuatnya tidak betah, dan memaksa dia menjauh.
Sebaliknya, orang yang lalai ibarat memberi makan dan minum setannya sendiri. Setannya tumbuh sehat, gagah, dan kuat, karena tidak pernah disakiti oleh doa dan dzikir. Maka pertanyaannya: apakah kita sedang mengikat setan kita dengan rantai dzikir, atau malah memberinya santapan setiap hari dengan kelalaian kita?
Atsar dari Ibnu Mas‘ud
Makna hadis Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ini semakin jelas dengan atsar dari Ibnu Mas‘ud Radhiyallahu ‘anhu. Beliau berkata:
إِنَّ شَيْطَانَ الْمُؤْمِنِ يَلْقَى شَيْطَانَ الْكَافِرِ فَيَرَى شَيْطَانَ الْمُؤْمِنِ شَاحِبًا أَغْبَرَ مَهْزُولًا فَيَقُولُ لَهُ شَيْطَانُ الْكَافِرِ مَا لَكَ وَيْحَكَ قَدْ هَلَكْتَ فَيَقُولُ شَيْطَانُ الْمُؤْمِنِ لَا وَاللَّهِ مَا أَصْلُ مَعَهُ إِلَى شَيْءٍ إِذَا طَعِمَ ذَكَرَ اسْمَ اللَّهِ وَإِذَا شَرِبَ ذَكَرَ اسْمَ اللَّهِ وَإِذَا نَامَ ذَكَرَ اسْمَ اللَّهِ وَإِذَا دَخَلَ بَيْتَهُ ذَكَرَ اسْمَ اللَّهِ فَيَقُولُ الْآخَرُ لَكِنِّي آكُلُ مِنْ طَعَامِهِ وَأَشْرَبُ مِنْ شَرَابِهِ وَأَنَامُ عَلَى فِرَاشِهِ فَهَذَا شَاحِبٌ وَهَذَا مَهْزُولٌ
“Sesungguhnya setan orang mukmin bertemu dengan setan orang kafir. Maka setan orang mukmin tampak pucat, berdebu, dan kurus. Setan orang kafir berkata: ‘Apa yang terjadi padamu? Celaka engkau, engkau hampir binasa!’ Ia menjawab: ‘Demi Allah, aku tidak bisa mempengaruhinya sedikit pun. Jika ia makan, ia menyebut nama Allah. Jika ia minum, ia menyebut nama Allah. Jika ia tidur, ia menyebut nama Allah. Jika ia masuk rumah, ia menyebut nama Allah.’ Maka setan kafir berkata: ‘Sedangkan aku makan dari makanannya, minum dari minumannya, dan tidur di atas tempat tidurnya.’ Maka inilah sebabnya yang satu tampak kurus, sedangkan yang lain gemuk.”
(Diriwayatkan oleh ‘Abdur Razzaq dalam al-Mushannaf (10/419), ath-Thabarani (9/156), dan Ma‘mar bin Rasyid dalam al-Jami‘ (no. 154) dengan sanad yang sahih dari Ibnu Mas‘ud).
Betapa indah perumpamaan ini. Setan mukmin digambarkan lemah, kurus, dan tak berdaya, karena setiap pintu ia coba masuki selalu tertutup dengan dzikir. Sementara setan kafir tampak segar, kenyang, dan penuh tenaga, karena setiap pintu terbuka lebar: makanan dimakan tanpa menyebut nama Allah, minuman diteguk tanpa doa, tidur dijalani tanpa perlindungan, rumah dimasuki tanpa basmalah.
Inilah perbedaan besar antara orang yang hidup dengan ingat kepada Allah dan orang yang hidup dalam kelalaian. Satu melemahkan musuhnya, yang lain malah memberi makan musuhnya sendiri.
Pelajaran Penting bagi Mukmin
Dari hadis Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan atsar Ibnu Mas‘ud Radhiyallahu ‘anhu, kita menangkap pelajaran yang begitu nyata. Pertarungan dengan setan bukanlah kisah dongeng, melainkan kenyataan yang kita jalani setiap hari. Bedanya hanya satu: apakah setan di sisi kita lemah, ataukah ia sehat dan perkasa?
Seorang mukmin menjaga dirinya dengan dzikir. Saat hendak makan, ia menyebut nama Allah. Saat minum, ia ingat kepada-Nya. Saat hendak tidur, ia membaca doa. Saat masuk rumah, ia memohon perlindungan. Hal-hal kecil yang sederhana, tetapi sesungguhnya itulah benteng besar yang membuat setan tersiksa. Dari pintu mana pun ia mencoba masuk, selalu tertutup.
Sebaliknya, orang yang lalai membuka semua pintu tanpa sadar. Ia makan tanpa basmalah, minum tanpa doa, tidur tanpa perlindungan, masuk rumah tanpa menyebut nama Allah. Maka setannya hidup dengan nyaman, tidur di tempat tidurnya, ikut makan dan minum bersamanya. Ia tidak sadar, bahwa musuh yang seharusnya diikat dengan rantai dzikir malah ia beri makan setiap hari.
Karena itu, pelajaran bagi kita jelas: perbanyak dzikir, biasakan doa, teguhkan istighfar, dan jangan pernah biarkan hati kosong dari ingat kepada Allah. Itulah senjata seorang mukmin. Dengan itu, setan akan lemah, dan kita pun kuat di jalan yang lurus.
Penutup
Musuh itu tidak pernah jauh dari kita. Ia hadir di setiap langkah, berusaha melemahkan hati. Namun Allah memberi kita senjata: dzikir, doa, dan ketaatan. Dengan itu, setan menjadi lemah dan kurus, tak berdaya menggoda. Maka jangan beri dia makan dengan kelalaian kita. Jadikan hati selalu hidup dengan ingat kepada Allah, niscaya jalan lurus akan terasa ringan dilalui.
Tulisan ini dikembangkan oleh Hafizh Abdul Rohman, Lc., berdasarkan karya Prof. Dr. Syaikh Abdurrazzaq bin Abdil Muhsin Al-Badr, yang dimuat pada situs resmi beliau: https://www.al-badr.net/muqolat/6190
