Kunci Kesabaran: Sabar dan Maaf sebagai Jalan Kemuliaan Sejati

sabar dan maaf

Balas Dendam Membawa kepada Kezaliman, Memaafkan adalah Senjata Terkuat terhadap Lawan

Pendahuluan

Sabar adalah perjalanan panjang yang menuntut keteguhan hati. Dari bagian pertama hingga ketiga, kita telah menyingkap berbagai kunci yang menguatkan seorang mukmin ketika berhadapan dengan gangguan manusia. Kini, pada bagian keempat sekaligus terakhir, kita akan melihat lima kunci pamungkas yang menyempurnakan seluruh rangkaian ini.

Pertama, meyakini bahwa balas dendam membawa kepada kezaliman. Kedua, meyakini bahwa kezaliman yang menimpanya bisa menjadi sebab penghapus dosa atau pengangkat derajat. Ketiga, meyakini bahwa sikap memaafkan dan bersabar adalah senjata terkuat terhadap lawan. Keempat, meyakini bahwa memaafkan menunjukkan ketinggian kedudukan. Dan kelima, meyakini bahwa ketika ia memaafkan dan berlapang dada, maka perbuatan itu akan melahirkan kebaikan yang berlipat ganda.

Lima kunci terakhir ini menegaskan, bahwa sabar dan maaf bukanlah kelemahan, tetapi jalan menuju kemuliaan, kemenangan, dan keberkahan yang terus bertambah.

    1. Meyakini Bahwa Balas Dendam Membawa kepada Kezaliman

Orang yang terbiasa menuruti amarahnya dengan membalas dendam hampir pasti akan jatuh dalam kezaliman. Nafsu manusia jarang mampu menjaga diri agar tetap seimbang dalam menuntut balasan. Biasanya, ketika seseorang marah, ia terdorong untuk melampaui batas yang semestinya, sehingga hukum keadilan tidak lagi terjaga.

Allah Subhanahu wa Ta‘ala berfirman:

وَإِنْ عَاقَبْتُمْ فَعَاقِبُوا بِمِثْلِ مَا عُوقِبْتُمْ بِهِ

Dan jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu.” (An-Nal: 126)

Ayat ini menegaskan bahwa balasan tidak boleh melampaui batas. Namun kenyataannya, manusia sulit menahan diri. Karena itu, sabar lebih selamat dan lebih menjaga kehormatan diri.

Orang yang dizalimi lalu memilih bersabar, sesungguhnya sedang menanti pertolongan Allah dan menjaga dirinya dari sikap tergesa dalam kemarahan. Kesabaran bukan kelemahan, tetapi bentuk pengendalian yang menyelamatkan seseorang dari jatuh dalam dosa yang lebih besar. Dengan bersabar, ia menyerahkan urusannya kepada Allah, sedangkan dengan dendam, ia justru memperbesar kerugian bagi dirinya sendiri.

    1. Meyakini bahwa Kezaliman yang Menimpanya Bisa Menjadi Sebab Penghapus Dosa atau Pengangkat Derajat

Ketika seorang hamba dizalimi, hal itu sebenarnya bisa menjadi jalan kebaikan baginya. Sebab kezaliman yang ia terima dapat menjadi sebab penghapus dosa-dosa atau bahkan pengangkat derajat di sisi Allah. Inilah bentuk keadilan Allah, bahwa setiap penderitaan yang ditanggung seorang mukmin tidak akan sia-sia.

Namun, jika ia memilih untuk membalas dendam dan tidak bersabar, maka ia kehilangan peluang besar ini. Kezaliman yang menimpanya tidak lagi menjadi penghapus dosa dan tidak pula pengangkat derajat.

Karena itu, bersabar atas kezaliman yang dialami jauh lebih baik. Dengan bersabar, ia mendapatkan dua keuntungan sekaligus: terhapusnya dosa-dosa yang lalu dan bertambahnya kedudukan mulia di sisi Allah. Sementara dengan membalas dendam, yang tersisa hanyalah amarah tanpa pahala.

    1. Meyakini bahwa Sikap Memaafkan dan Bersabar adalah Senjata Terkuat terhadap Lawan

Memaafkan dan bersabar bukan tanda kelemahan, melainkan justru senjata terkuat yang dimiliki seorang mukmin. Dengan sabar dan maaf, seorang hamba akan memperoleh wibawa dan keteguhan yang membuat lawannya gentar, bahkan membuat orang lain segan untuk mengganggunya.

Ketika seseorang membalas dengan dendam, maka hilanglah wibawa itu. Namun, saat ia memilih untuk bersabar dan menahan diri, orang-orang akan menyaksikan keteguhan serta kekuatan jiwanya. Hatinya pun menjadi lapang, tidak lagi dipenuhi dengan kegelisahan akibat keinginan membalas.

Inilah rahasia besar dari sifat sabar dan memaafkan: ia mampu melumpuhkan lawan tanpa harus menghunus senjata. Sebab, kelembutan yang ditopang dengan kekuatan jiwa lebih menundukkan hati manusia dibandingkan kemarahan dan balasan yang penuh emosi.

    1. Meyakini bahwa Memaafkan Menunjukkan Ketinggian Kedudukan

Ketika seseorang memilih untuk memaafkan lawannya, maka hati lawan itu akan merasakan bahwa orang yang memaafkan lebih tinggi kedudukannya, dan bahwa ia telah memperoleh kemenangan atas dirinya. Ia telah meraih kemenangan besar, bukan dengan kekuatan fisik atau balasan dendam, tetapi dengan kemampuan menundukkan hawa nafsunya.

Orang yang disakiti pun akan merasakan bahwa yang memaafkan lebih luhur dan lebih terhormat. Maka, memaafkan bukanlah kelemahan, melainkan bentuk kejayaan jiwa yang sesungguhnya. Karena itu, Rasulullah Shallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَا زَادَ اللَّهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ إِلَّا عِزًّا

Tidaklah Allah menambah kepada seorang hamba yang memberi maaf melainkan dengan kemuliaan.” (HR. Muslim no. 2588 dari Abu Hurairah Radhiyallāhu ‘anhu)

Dengan demikian, memaafkan lawan adalah senjata seorang mukmin yang membuatnya memperoleh kemuliaan di sisi Allah dan ketinggian di hadapan manusia.

    1. Meyakini bahwa ketika ia memaafkan dan berlapang dada, perbuatan itu menjadi sebuah kebaikan yang akan melahirkan kebaikan lain untuknya.

Setiap kali seorang hamba bersabar, memaafkan, dan berlapang dada, maka hal itu tercatat sebagai kebaikan di sisi Allah. Dari kebaikan tersebut lahirlah kebaikan yang lain, dan terus bertambah tanpa putus. Sebaliknya, bila ia membalas dendam, maka ia justru kehilangan kesempatan untuk mendapatkan tambahan pahala dan derajat.

Dengan demikian, sikap sabar dan memaafkan bukan sekadar menahan diri, tetapi ia adalah sumber keberkahan yang terus mengalir, penghapus dosa, serta pengangkat derajat di sisi Allah.

Penutup

Dengan berakhirnya lima kunci terakhir ini, lengkaplah dua puluh kunci sabar yang diwariskan oleh para ulama, berakar dari Al-Qur’an dan Sunnah. Seluruhnya mengajarkan satu hakikat: bahwa sabar dan maaf adalah tanda kekuatan jiwa, penopang iman, dan sebab datangnya pertolongan Allah Subhanahu wa Ta‘ala.

Balas dendam hanya melahirkan kezaliman, tetapi sabar menjaga kehormatan. Kezaliman yang menimpa seorang mukmin bisa menjadi penghapus dosa dan pengangkat derajat. Memaafkan bukan kelemahan, melainkan senjata yang melumpuhkan lawan, tanda keluhuran, dan jalan menuju keberkahan.

Maka, siapa pun yang memilih sabar, ia sedang memilih kemuliaan. Ia menjaga imannya, menundukkan nafsunya, dan menyerahkan urusannya kepada Allah. Pada akhirnya, sabar bukan hanya pilihan, tetapi kemenangan hakiki di dunia dan di akhirat.

Tulisan ini dikembangkan oleh Hafizh Abdul Rohman, Lc., berdasarkan kitab الأُمُورُ الْمُعِينَةُ عَلَى الصَّبْرِ عَلَى أَذَى الْخَلْقِ (Kunci-Kunci Sabar dalam Menghadapi Gangguan Manusia) karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, yang dikomentari oleh Prof. Dr. Syaikh Abdurrazzaq bin Abdil Muhsin Al-Badr, yang dimuat pada situs resmi beliau: https://www.al-badr.net/ebook/159.

Related posts

Silakan tulis komentar di sini dengan sopan

Tuliskan nama