Langkah Menuju Ketenangan Hati dan Lapangnya Jiwa

langkah ketenangan jiwa

Langkah Menuju Ketenangan Hati dan Lapangnya Jiwa

Pendahuluan
Setiap hati memiliki tempat bergantungnya, dan setiap jiwa memiliki sumber kekuatannya. Namun, banyak manusia yang keliru dalam mencari tempat berpegang. Mereka mengira ketenangan terletak pada harta, jabatan, atau pujian manusia. Mereka mengejar dunia seolah-olah di sanalah letak kebahagiaan, padahal dunia ini hanya persinggahan sementara yang penuh tipu daya.

Islam mengajarkan kita untuk kembali kepada Allah, menjadikan-Nya satu-satunya sandaran, dan menggantungkan hati kita hanya kepada-Nya. Sebab, hanya dalam mengingat Allah, hati akan menemukan ketenangan sejati. Ia adalah sumber segala kekuatan, cahaya yang menerangi kegelapan, dan penyejuk hati yang gundah. Maka, jika ingin hidup dengan hati yang lapang dan jiwa yang kuat, kembalilah kepada-Nya.

Mengingat Allah, Hati Menjadi Tenang

Setiap hati memiliki kunci ketenangannya sendiri. Ada yang mencarinya dalam harta, ada yang mencarinya dalam jabatan, ada pula yang berusaha menemukannya dalam popularitas. Namun, sering kali kita lupa bahwa kunci itu tidak pernah ada di luar diri, melainkan ada dalam hubungan kita dengan Sang Pencipta.

Allah Ta‘ālā berfirman:

الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ اللَّهِ ۗ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenang dengan mengingat Allah. Ketahuilah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenang.” (QS. Ar-Ra‘d: 28)

Ayat ini bukan sekadar kalimat indah, tapi janji yang nyata. Allah menggambarkan bagaimana hati yang resah, jiwa yang gelisah, dan pikiran yang berkecamuk bisa kembali tenang hanya dengan satu kunci: zikir kepada-Nya.

Lalu, apa yang dimaksud dengan zikir di sini? Para ulama menjelaskan bahwa zikir adalah setiap bentuk ingatan kepada Allah, mulai dari tasbih (mengucapkan subānallāh), tahlil (mengucapkan lā ilāha illallāh), takbir (mengucapkan allāhu akbar), hingga doa yang keluar dari hati yang tulus. Semakin sering seseorang menyebut nama-Nya, semakin besar cinta yang tumbuh dalam hatinya, semakin dalam rasa tenteram yang mengalir dalam jiwanya.

Ada pula yang menafsirkan bahwa “zikir” dalam ayat ini adalah Al-Qur’an itu sendiri, kitab suci yang berisi petunjuk, peringatan, dan kebenaran yang tak tergoyahkan. Ketika hati terhubung dengan Al-Qur’an, memahami maknanya, dan merenungi hikmahnya, ia akan menemukan kedamaian yang tak bisa diberikan oleh apa pun di dunia ini.

Maka, jika kita merindukan ketenangan, mungkin saatnya kita bertanya pada diri sendiri: seberapa sering lidah kita menyebut nama-Nya? Seberapa dalam hati kita terhubung dengan firman-Nya? Sebab, hanya dengan mengingat Allah, hati akan benar-benar menemukan ketenangannya.

Mengingat Nikmat Allah untuk Mengusir Kegelisahan

Pernahkah kita berhenti sejenak dan melihat ke sekeliling? Menarik napas dalam-dalam dan merenungkan betapa banyak nikmat yang telah Allah limpahkan kepada kita? Sering kali, kegelisahan datang karena kita lupa menghitung nikmat, dan terlalu sibuk menghitung musibah.

Padahal, bukankah tubuh ini masih bisa bergerak, mata ini masih bisa melihat, dan telinga ini masih bisa mendengar? Bukankah kita masih bisa merasakan hangatnya mentari pagi, sejuknya angin yang berhembus, dan nyamannya tempat untuk beristirahat?

Seberapa sering kita merenungi betapa besar nikmat yang kita miliki? Mungkin kita kehilangan sesuatu hari ini, tapi tidakkah kita sadar bahwa apa yang tersisa jauh lebih banyak? Ketika hati dipenuhi rasa syukur, segala kekhawatiran akan terasa lebih ringan, dan setiap ujian akan berubah menjadi tangga yang membawa kita lebih dekat kepada-Nya.

Maka, ketika kegelisahan datang menyapa, jangan hanya melihat apa yang hilang, tapi hitunglah apa yang masih ada. Ingatlah betapa banyak nikmat yang Allah berikan tanpa kita minta, dan betapa sering Dia melimpahkan rahmat-Nya meski kita sering lupa untuk bersyukur. Sebab, dalam setiap tarikan napas, ada tanda cinta dari Sang Pencipta yang tak pernah berhenti mencintai hamba-Nya..

Menumbuhkan Rasa Syukur dengan Melihat ke Bawah

Qana‘ah, atau merasa cukup dengan apa yang ada, adalah salah satu akhlak mulia seorang mukmin. Ia adalah tanda hati yang ridha dengan ketetapan Allah dan kunci untuk meredakan berbagai kesulitan hidup. Dalam sebuah hadis, Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda:

انْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ أَسْفَلَ مِنْكُمْ، وَلَا تَنْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَكُمْ، فَإِنَّهُ أَجْدَرُ أَنْ لَا تَزْدَرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ

Lihatlah kepada orang yang berada di bawah kalian, dan jangan melihat kepada orang yang berada di atas kalian, karena hal ini lebih tepat agar kalian tidak meremehkan nikmat Allah yang ada pada kalian.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Hadis ini mengajarkan kita untuk mengalihkan pandangan dari gemerlap dunia yang sering kali membuat kita lupa akan nikmat yang telah kita miliki. Ketika seseorang terus-menerus membandingkan dirinya dengan mereka yang lebih kaya atau lebih beruntung secara materi, ia akan cenderung meremehkan nikmat yang sudah ada padanya. Hal ini bisa membuat hatinya gelisah, merasa tidak pernah puas, bahkan lupa untuk bersyukur.

Allah Ta‘ālā memperingatkan hal ini dalam firman-Nya:

وَلَا تَمُدَّنَّ عَيْنَيْكَ إِلَى مَا مَتَّعْنَا بِهِ أَزْوَاجًا مِّنْهُمْ زَهْرَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا لِنَفْتِنَهُمْ فِيهِ ۚ وَرِزْقُ رَبِّكَ خَيْرٌ وَأَبْقَى

Dan janganlah engkau (Muhammad) mengarahkan pandanganmu kepada kenikmatan hidup dunia yang telah Kami berikan kepada beberapa golongan di antara mereka sebagai bunga kehidupan dunia untuk Kami uji mereka dengannya. Dan karunia Tuhanmu lebih baik dan lebih kekal.” (QS. Thāhā: 131)

Jika seseorang mampu menahan pandangannya dari iri hati terhadap dunia orang lain, dan lebih banyak merenungi nikmat yang telah Allah berikan kepadanya, maka hatinya akan lebih tenang dan puas. Ia akan melihat betapa beruntungnya dirinya, betapa banyak karunia yang telah diberikan, dan betapa sedikit sebenarnya kebutuhan dunia yang harus dirisaukannya.

Namun, jika seseorang terus melihat ke atas, kepada mereka yang memiliki lebih banyak harta, kekuasaan, atau pengaruh, hatinya akan dipenuhi dengan iri dan rasa tidak cukup. Padahal, dunia ini sifatnya fana, cepat berlalu, dan penuh dengan beban menjaga harta. Ketika harta itu hilang, yang tersisa hanyalah penyesalan dan kesedihan.

Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa sallam, sebagai dokter hati, memahami betul bagaimana menyembuhkan jiwa manusia. Beliau mengajarkan kita untuk melihat dunia ini dengan mata yang jernih, untuk merenungi bahwa kebahagiaan sejati bukan terletak pada harta yang melimpah, melainkan pada hati yang penuh rasa syukur dan jiwa yang tenang.

Sungguh, salah satu cara terbaik untuk merasakan nikmat adalah dengan sering merenungi karunia yang telah kita miliki, serta memperhatikan keadaan mereka yang kurang beruntung. Dengan begitu, kita akan lebih banyak bersyukur, dan hati pun akan terasa lebih lapang.

Penutupan

Jangan biarkan hatimu terus bergulat dalam kegelisahan. Jangan biarkan pikiranmu terombang-ambing dalam ketakutan. Tegakkan kepalamu, pasrahkan dirimu kepada Allah, dan berpegang teguh pada-Nya. Sebab, hanya dengan mengingat-Nya, hati akan benar-benar menemukan ketenangan yang hakiki.

Dan ingatlah, dunia ini akan berlalu, kesedihan akan terhapus, dan setiap langkah menuju-Nya akan dibalas dengan kemuliaan yang abadi. Maka jangan ragu untuk kembali kepada-Nya, sebelum dunia ini memalingkanmu dari cahaya-Nya.

Oleh: Hafizh Abdul Rohman, Lc

Rujukan:

  1. Al-Wasā’il al-Mufīdah li al-ayāh as-Sa‘īdah karya Syaikh ‘Abdurramān bin Nāshir as-Sa‘dī raimahullāh.

  2. Al-Mausū‘ah al-adītsiyyah – Ad-Durar as-Saniyyah, Syurū al-Aādīts. https://dorar.net/hadith/sharh/91515

  3. Tafsīr as-Sa‘dī – Taisīr al-Karīm ar-Ramān fī Tafsīr Kalām al-Mannān, karya Syaikh ‘Abdurramān bin Nāshir as-Sa‘dī raimahullāh, tafsir surat Ar-Ra‘d ayat 28. https://quran.ksu.edu.sa/tafseer/saadi/sura13-aya28.html

Related posts

Silakan tulis komentar di sini dengan sopan

Tuliskan nama