Jangan Lupakan Kebaikan di Antara Kalian

jangan lupakan

Jangan Lupakan Kebaikan di Antara Kalian

Sebuah Kaidah Qur’ani tentang Akhlak, Kedewasaan Jiwa, dan Penghormatan atas Jejak Masa Lalu

Pendahuluan: Ketika Hubungan Retak, Adab Harus Tetap Berdiri

Dalam setiap hubungan antar manusia -entah itu pernikahan, persahabatan, kemitraan kerja, ataupun hubungan guru dan murid- akan selalu ada titik temu dan titik pisah. Kita bertemu, saling menguatkan, lalu pada waktunya, mungkin harus berpisah. Namun Islam, sebagai agama yang tidak hanya mengatur aturan zahir tetapi juga membina batin, memberi arahan luhur:

وَلَا تَنسَوُا الْفَضْلَ بَيْنَكُمْ

Dan janganlah kamu lupa kebaikan di antara kamu.” (QS. Al-Baqarah: 237)

Ayat ini turun dalam konteks talak -situasi perpisahan yang seringkali menyisakan luka. Namun perintah Allah bukan soal bagaimana menuntut hak, tetapi bagaimana menjaga akhlak. Sebab bisa jadi, akhlaklah satu-satunya yang menyelamatkan seseorang ketika hukum dan perasaan tak lagi mampu.

Kebaikan yang Pernah Tertanam, Jangan Dicabut Akar Akarnya

Sering kali ketika hubungan hancur, kenangan baik ikut dikubur. Seolah satu kesalahan cukup untuk menghapus semua kebaikan masa lalu. Namun Al-Qur’an mengajarkan kebalikannya: bahwa hati yang sehat dan jiwa yang bijak akan tetap mampu mengenang hal-hal yang indah, walau akhir cerita tak bahagia.

Perintah “jangan lupa kebaikan” adalah perintah untuk jujur pada sejarah, adil terhadap kenangan, dan dewasa dalam menyikapi luka. Karena manusia yang mampu menghargai kebaikan, bahkan dari orang yang tak lagi bersamanya, adalah manusia yang telah menang melawan ego.

Memaafkan adalah Akhlak Mulia, Mengingat Kebaikan adalah Cerminan Hati yang Lapang

Ayat ini datang setelah ajakan memaafkan dalam konteks perceraian:

Dan bahwa kamu memaafkan itu lebih dekat kepada takwa.” (QS. Al-Baqarah: 237)

Lalu ditutup dengan:

Dan janganlah kamu lupa kebaikan di antara kamu.”

Ini menunjukkan bahwa memaafkan bukanlah sekadar mengakhiri konflik, tapi menjadi awal dari kedewasaan iman. Dan mengingat kebaikan adalah tanda bahwa hati seseorang tidak dikendalikan oleh amarah, melainkan dibimbing oleh kebijaksanaan.

Mereka yang memilih mengenang satu senyuman, satu pertolongan, atau satu doa baik yang pernah ia terima dari orang yang kini berseberangan dengannya, adalah jiwa-jiwa yang telah tumbuh dewasa, jiwa-jiwa yang tidak mendasarkan hidup pada dendam.

Rasulullah Shallallāhu ‘Alaihi wa Sallam: Teladan dalam Menghormati Jasa

Nabi kita -shallallāhu ‘alaihi wa sallam- tidak pernah lupa pada orang yang pernah berbuat baik padanya, meski berbeda iman, bahkan telah wafat. Saat seluruh Mekkah menolak, hanya Al-Muth‘im bin ‘Adiy yang berani memberikan perlindungan kepada beliau.

Bertahun-tahun kemudian, seusai Perang Badar, Nabi berkata:

Seandainya Al-Muth‘im bin ‘Adiy masih hidup, lalu ia berbicara kepadaku mengenai orang-orang hina (para tawanan) itu, niscaya aku akan membebaskan mereka untuknya.” (Al-Bukhari, No.2970)

Inilah akhlak Qur’ani dalam bentuk nyata. Nabi tidak membiarkan jasa tenggelam oleh perbedaan. Beliau menanamkan bahwa kebaikan -dari siapa pun- harus dihargai dan dikenang.

Menerapkan Kaidah Ini di Kehidupan Sehari-hari

  • Dalam Pernikahan dan Perceraian

Saat dua insan harus berpisah, jangan hancurkan semua yang telah dibangun. Istri yang dahulu setia, suami yang dahulu menafkahi, adalah bagian dari sejarah yang patut dihormati. Jangan biarkan perceraian menghapus kemuliaan sikap.

  • Dalam Dunia Kerja dan Kolaborasi

Seorang karyawan keluar, seorang mitra mundur -tetaplah ucapkan terima kasih. Terkadang, perpisahan tak terhindarkan. Namun adab dalam perpisahan akan menjadi kenangan yang menetap di hati dan membuka pintu kerja sama baru di masa depan.

  • Dalam Hubungan Guru dan Murid

Tak ada yang lebih menyentuh dari murid yang tetap menyapa dan mendoakan gurunya, meski telah sukses dan terkenal. Bahkan lebih luhur lagi, ketika ia peduli pada anak-anak gurunya setelah mereka wafat. Itulah kesetiaan yang lahir dari hati yang besar.

Ketika Kita Tahu, Tapi Tidak Mau Ingat

Sebagian orang tahu kebaikan yang pernah diterimanya, tapi enggan mengakuinya. Mengapa? Karena mengingat kebaikan menuntut kerendahan hati. Dan tidak semua orang rela merendah untuk mengakui bahwa mereka pernah dibantu, diajari, diselamatkan.

Namun justru itulah kualitas yang membedakan orang besar dari orang biasa. Mereka yang hatinya lapang akan berkata: “Aku tahu aku pernah dibantu, dan aku bersyukur karenanya.”

Dan Allah tidak menyia-nyiakan jiwa-jiwa yang tahu berterima kasih.

Penutup: Akhlak yang Terlupakan, Namun Sangat Diperlukan

Dan janganlah kamu lupa kebaikan di antara kamu.”

Ayat ini seharusnya menjadi napas dalam setiap hubungan kita. Ia mencegah kita menjadi manusia pelupa yang hanya mengingat luka, dan mendorong kita menjadi manusia yang pandai mengenang kebaikan, meskipun ia hadir dari tangan yang kini menjauh.

Sebab bisa jadi, pada hari di mana amal kita ditimbang, satu-satunya yang menyelamatkan kita bukan karena banyaknya ibadah, tapi karena kita tidak pernah melupakan satu kebaikan yang pernah dilakukan orang lain kepada kita.

Wallāhu a‘lam bish-shawāb.

Oleh: Hafizh Abdul Rohman, Lc.

Rujukan:

Ringkasan 50 kaidah quran untuk jiwa dan kehidupan, (قواعد قرآنية خمسون قاعدة قرآنية في النفس والحياة),  Prof. Dr. Umar bin Abdullah Al-Muqbil.

Klik untuk Download Versi PDF

Related posts

Silakan tulis komentar di sini dengan sopan

Tuliskan nama